kimia-campur

Jumat, 29 Mei 2009

noisoroc laiborcim

MICROBIAL CORROSION
(Tugas Makalah Matakuliah Kimia Lingkungan)






Oleh

Kelompok 4

1. Lince Dameria N. NPM. 0617011008
2. Yulistia Anggraini NPM. 0617011017
3. Tomi Sutrisno NPM. 0617011066
4. Voni A. NPM. 0517011059
















JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2009




1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Korosi pertama diindentifikasi hampir 100 jenis dan telah dideskripsikan awal tahun 1934. Bagaimanapun korosi yang disebabkan aktifitas mikroba tidak dipandang serius saat degradasi pemakaian sistem industri modern hingga pertengahan tahun1970-an. Ketika pengaruh serangan mikroba semakin tinggi, sebagai contoh tangki air stainless steel dinding dalam terjadi serangan korosi lubang yang luas pada permukaan sehingga para industriawan menyadari serangan tersebut. Sehingga saat itu, korosi jenis ini merupakan salah satu faktor pertimbangan pada instalasi pembangkit industri, industri minyak dan gas, proses kimia, transportasi dan industri kertas pulp. Selama tahun 1980 dan berlanjut hingga awal tahun 2000, fenomena tesebut dimasukkan sebagai bahan perhatian dalam biaya operasi dan pemeriksaan sistem industri. Dari fenomena tersebut, banyak institusi mempelajari dan memecahkan masalah ini dengan penelitian-penelitian untuk mengurangi bahaya korosi tersebut.

Korosi yang diakibatkan oleh mikroba tidak hanya tejadi pada logam saja namun juga pada bahan yang lain seperti kayu, jenis plastik tertentu, karet dan bahkan juga terjadi pada beton. Tidak semua kegiatan mikroba mengakibatkan korosi. Beberapa jenis mikroba merusak bahan tanpa mengurangi massa bahan tesebut, namun mengubah sifat fisik maupun kimianya. Kegiatan mikroba yang menimbulkan korosi tidak mudah untuk segera dapat dideteksi, karena memerlukan penelitian yang berkaitan dengan korosi lain. Korosi tersebut biasanya terjadi juga bersama-sama dengan proses korosi oleh kegiatan lain seperti korosi kimia, mekanik, atau yang lain. Meskipun tidak semua, namun banyak jenis bakteri, fungi, dan algae merupakan mikroba penyebab korosi. Dari berbagai jenis mikroba tersebut, bakteri merupakan penyebab korosi yang utama, sedang produk kegiatan algae dan protozoa dapat membentuk lingkaran yang justru menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri.

Wakerley (1979) memperkirakan bahwa, sekitar 10% kerugian korosi logam di inggris langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh mikroba. Di amerika serikat kerugian oleh korosi mikroba pada pipa di dalam tanah berkisar antara US$ 500-2000 juta setiap tahun (crombie at al, 1980). Melihat keadaan iklim dan kelembaban udara di indonesia lebih tinggi dibanding dengan di eropa maupun di amerika serikat.

Selain itu, korosi yang dipengaruhi oleh mikrobiologi (MIC) telah banyak menimbulkan masalah di dalam industri minyak dan gas, karena banyak mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Bakteri Pereduksi Sulfat (SRB) adalah mikroorganisme yang secara langsung maupun tidak langsung merupakan penyebab korosi mikrobiologi.

Pernah juga diketemukan produk korosi (karat-karat besi) cukup banyak bersama-sama segerombolan bakteri di suatu tempat dalam sistem water treatment suatu Perusahaan di Bontang. Hal ini cukup memusingkan Bapak-Bapak di Biro Jastek, Biro Istek, dan personal terkait yang menangani sistem water treatment tersebut. Bagaimana tidak, karena unit pengolahan air menjadi salah satu sumber kehidupan yang vital bagi hampir semua karyawan dan penduduk disekitarnya (untuk mandi, minum, dsb). Pertanyaan sekarang adalah mengapa segerombolan makhluk hidup kecil tersebut dapat hidup dan menyebabkan korosi?

1.2. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan artikel ini ditujukan agar mahasiswa lebih mengetahui bahaya korosi oleh bakteri di lingkungan bebas, baik air, udara, dan tanah di lingkungan sekitar.

















II. ISI

2.1 Pengertian Korosi

Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat asam dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan
menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat yang
lain pada permukaan metal. Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu :
1. Korosi Internal, yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada lingkungan, sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi.
2. Korosi Eksternal, yaitu korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah.

2.2. Mikrobial Korosi

Mikrobial korosi disebut juga bakterial korosi (bacterial corrosion), bio-korosi (bio-corrosion), korosi yang dipengaruhi secara mikrobiologi (microbiologically-influenced corrosion) atau korosi yang diakibatkan oleh mikroba (microbially-induced corrosion atau MIC). Mikrobial korosi merupakan korosi yang disebabkan oleh mikroorganisme, biasanya oleh kemoautotrof. Hal ini dapat terjadi baik pada logam maupun non logam.

Mikroba merupakan suatu mikroorganisme yang hidup di lingkungan secara luas pada habitat-habitatnya dan membentuk koloni yang pemukaannya kaya dengan air, nutrisi dan kondisi fisik yang memungkinkan pertumbuhan mikroba terjadi pada rentang suhu yang panjang biasa ditemukan di sistem air, kandungan nitrogen dan fosfor sedikit, konsentrat serta nutrisi-nutrisi penunjang lainnya.

Mikroorganisme yang mempengaruhi korosi antara lain bakteri, jamur, alga dan protozoa. Korosi ini bertanggung jawab terhadap degradasi material di lingkungan.Mmikroorganisme umumnya berasosiasi dengan permukaan korosi kemudian menempel pada permukaan logam dalam bentuk lapisan tipis atau biodeposit, yang disebut lapisan film tipis atau biofilm. Pembentukan lapisan tipis saat 2 – 4 jam pencelupan sehingga membentuk lapisan ini terlihat hanya bintik-bintik dibandingkan menyeluruh di permukaan.

Biofilm terbentuk karena adanya interaksi antara bakteri dan permukaan yang ditempeli. Interaksi ini terjadi dengan adanya faktor-faktor yang meliputi kelembaban permukaan, makanan yang tersedia, pembentukan matrik ekstraseluller (exopolimer) yang terdiri dari polisakarida, faktor-faktor fisikokimia seperti interaksi muatan permukaan dan bakteri, ikatan ion, ikatan Van Der Waals, pH dan tegangan permukaan serta pengkondisian permukaan. Dengan kata lain terbentuknya biofilm adalah karena adanya daya tarik antara kedua permukaan (psikokimia) dan adanya alat yang menjembatani pelekatan (matrik eksopolisakarida

Lapisan film berupa biodeposit ini biasanya membentuk diameter beberapa centimeter di permukaan, namun terekspos sedikit di permukaan sehingga dapat meyebabkan korosi lokal. Organisme di dalam lapisan deposit mempunyai efek besar dalam kimia di lingkungan antara permukaan logam/film atau logam/deposit tanpa melihat efek dari sifat bulk electrolyte.







Fenomena korosi yang terjadi dapat disebabkan adanya keberadaan dari bakteri. Jenis-jenis bakteri yang berkembang yaitu :
1. Bakteri reduksi sulfat (Sulphate Reducing Bacteria (SRB))
Pada kondisi anaerobik, beberapa bakteri dapat mereduksi ion sulfat untuk menghasilkan oksigen dan ion sulfida. Ion sulfida bergabung dengan ion fero membentuk besi sulfida. Permukaan logam terlarut.oksigen bereaksi dengan hidrogen membentuk molekul air.
Beberapa bakteri pereduksi-sulfat menghasilkan hidrogen sulfida yang dapat menyebabkan retakan sulfida. Acidithiobacillus thiooxidans (bakteri penghasil asam sulfat adalah bakteri yang sering menyebabkan kerusakan pada pipa pembuangan. Ferrobacillus ferrooxidans secara langsung dapat mengoksidasi besi menjadi besi oksida dan besi hidroksida. Banyak bakteri lain yang memproduksi asam organik dan asam mineral atau amonia.

Bakteri ini mereduksi sulfat menjadi sulfit, biasanya terlihat dari meningkatnya kadar H2S atau Besi sulfida. Tidak adanya sulfat, beberapa turunan dapat berfungsi sebagai fermenter menggunakan campuran organik seperti pyruvat untuk memproduksi asetat, hidrogen dan CO2, banyak bakteri jenis ini berisi enzim hidrogenase yang mengkonsumsi hidrogen. Salah satu spesies SRB adalah Desulfovibrio desulfuricans yang memperoleh energi dengan mereduksi sulfat dan pada saat yang bersamaan mengoksidasi bahan organik.

Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut (kenneth, 1969) :
NC + MSO4 + H2O → M(Ac)2 +CO2 + H2S (8)
Dimana, C adalah bahan organik dan M adalah logam. Reaksi ini berjalan melalui hydrogen sulfat oleh enzim hidrogenase.
H2SO4 + 8H → H2S + 4H2O (9)

Pada suasana asam hidrogen yang diperlukan pada polarisasi katoda dapat
digunakan untuk reaksi (9) sehingga terjadi proses dipolarisasi katode dan
menyebabkan lebih banyak besi telarut.

Secara umum dapat disumpulkan bahwa oleh SRB :
• Terjadi pada lingkungan anaerob dan memerlukan air.
• Tidak merat pada keseluruhan logam tetapi membentuk pitting (lubanglubang kecil) pada logam.
• Pada besi cor akan membentuk endapan karbon.
• Menghasilkan ferrosulfida (kadang-kadang terdapat juga belerang) sebagai produk metabolisme.

Bakteri anaerob pereduksi sulfat (sulphate reducing bacteria / SRB) akan menyebabkan korosi pada struktur baja yang ditimbun dalam tanah, dengan pembentukan lapisan tak protektif seperti FeS dan Fe2O3.H2O. , bila SRB pada awalnya tidak aktif. Bila SRB aktif sejak awal, maka produk korosi yang terbentuk adalah FeS dan sedikit FeCO3, pada pH 7 .
Mikroba ini menyebabkan terjadinya proses korosi dengan bentuk serangan korosi merata, sumuran, ataupun sel konsentrasi. Mekanisma korosi oleh bakteri dapat dikelompokkan dalam proses-proses berikut :
1. Memproduksi sel aerasi diferensial.
2. Memproduksi metabolit korosif.
Interferensi terhadap proses katodik dalam kondisi bebas oksigen.

Kuhr dan Vlught menyebutkan bahwa korosi oleh SRB dalam lingkungan anaerob dan netral, reaksi katodiknya tidak mungkin berupa reduksi O2 ataupun reduksi H+. Namun serangan korosi yang terjadi bisa sangat parah, berarti ada reaksi katodik lain yang berlangsung, yang melibatkan SRB. Di sini SRB menggunakan hidrogen katodik untuk reduksi dissimilasi sulfat menurut reaksi sebagai berikut :
Reaksi anodik : 4 Fe 4 Fe2+ + 8 e-
Dissosiasi air : 8 H2O 8 H+ + 8 OH-
Reaksi katodik : 8 H+ + 8 e- 8 Ho

Berikut depolarisasi Katodik oleh Bakteri Pereduksi Sulfat :
SO42- + 8 Ho S2- + 4 H2O

Produk korosi yang dihasilkan dari reaksi di atas:
Fe2+ + S2- FeS dan 3 Fe2+ + 6 OH- 3 Fe(OH)2


Reaksi Keseluruhan :
4 Fe + SO42- + 4 H2O 3 Fe(OH)2 + FeS + 2 OH-

Salah satu species pendukung korosivitas SRB adalah bakteri besi berfilamen. Organisma ini mengoksidasi besi yang terlarut di dalam larutan menjadi ferric hydrate yang tak larut yang membentuk sarung yang menutupi sel-sel dan memproduksi semacam batang yang berbentuk filamen.


E-SEM Photomicrograph showing likely SRB cocci

2. Bakteri oksidasi sulfur-sulfida (Sulphur Oxydising Bacteria (SOB)
Bakteri jenis ini merupakan bakteri aerob yang mendapatkan energi dari oksidasi sulfit atau sulfur. Bebarapa tipe bakteri aerob dapat teroksidasi sulfur menjadi asam sulfurik dan nilai pH menjadi 1. bakteri Thiobaccilus umumnya ditemukan di deposit mineral dan menyebabkan drainase tambang menjadi asam. Sifat korosif ini akan diperberat pada lingkungan pH yang rendah, akibatnya akan terjadi reaksi dengan besi membentuk ferrosulfida. Dengan demikian reaksi keseluruhan menjadi.
4Fe + SO4- + 4H2O → FeS + 3Fe(OH)2 +2OH (10)

Ferrosulfida dapat dioksidasi menjadi ion ferri, dan dimanfaatkan oleh bakteri pengoksidasi belerang (SOB) sehingga korosi dapat lebih parah lagi. Oleh sebab itu korosi akan menjadi lebih besar apabila terjadi perubahan kondisi erob dan anaerob berganti-ganti pada suatu tempat.

3. Bakteri besi mangan oksida
Bakteri memperoleh energi dari osidasi Fe2+, Fe3+ dimana deposit berhubungan dengan bakteri korosi. Bakteri ini hampir selalu ditemukan di Tubercle (gundukan Hemispherikal berlainan ) di atas lubang pit pada permukaan baja. Umumnya oksidaser besi ditemukan di lingkungan dengan filamen yang panjang. Varietas ini bersifat aerob dan akan menghabiskan oksigen yang ada di bawah tubercles (tuberkel). Di dalam endapan lendir terdapat bakteri berfilamen yang hidup bersama-sama dengan bakteri pereduksi sulfat, dan bergabung dengan produk korosi dari stainless steel.



E-SEM Photomicrograph showing likely
IRB rods at MIC corrosion site

Masalah bio-korosi di dalam suatu sistem lingkungan mempunyai beberapa variabel-variabel yaitu :
a) Temperatur, umumnya kenaikan suhu dapat meningkatkan laju korosi tergantung karakteristik mikroorganisme yang mempunyai suhu optimum untuk tumbuh yang berlainan.
b) Kecepatan alir, jika kecepatan alir biofilm rendah akan mudah terganggu sedangkan kecepatan alir tinggi menyebabkan lapisan lebih tipis dan padat.
c) pH, umumnya pH bulk air dapat mempengaruhi metabolisme mikroorganisme.
d) Kadar Oksigen, banyak bakteri membutuhkan O2 untuk tumbuh, namun pada Organisme fakultatif jika O2 berkurang maka dengan cepat bakteri ini mengubah metabolismenya menjadi bakteri anaerob.
e) Kebersihan, dimaksud air yang kadar endapan padatan rendah, padatan ini menciptakan keadaan di permukaan untuk tumbuhnya aktifitas mikroba.

Pugh(1982), mengatakan bahwa kerusakan bahan dapat disebabkan oleh agensia biotik atau abiotik tergantung dari keadaan lingkungannya. Kerusakan logam oleh bakteri belerang dapat terjadi dalam lingkungan aerob dan anaerob.

Umumnya rnikroorganisme terlibat pada proses korosi dalam dua cara, yaitu :
 Adanya pertumbuhan dan basil metabolisme dalarn bentuk asarn, alkalis dan ion-ion lain yang menyebabkan lingkungan jadi korosif.
 Mikroba masuk langsung kedalam salah satu reaksi elektrokimia pacta permukaan substrat sehingga mempercepat terjadinya reaksi potensial pada elektroda.

2.3 Inhibisi pada Microbial Corrosion
Inhibisi korosi merupakan pelambatan reaksi korosi dan ini biasanya ditunjukkan oleh substansi (inhibitor korosi) yang ketika ditambahkan sejumlah kecil dalam lingkungan , menurunkan laju serangan lingkungan pada logam. Salah satu inhibitor korosi mikrobiologis yang umum digunakan di industri ialah natrium hipoklorit. Natrium hipoklorit juga diketahui mampu menghambat metabolisme bakteri. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari keefektifan natrium hipoklorit dalam menginhibisi korosi mikrobiologis baja oleh sulfate-reducing bacteria (SRB) dan menentukan dosis optimum natrium hipoklorit sebagai inhibitor korosi tanpa membahayakan lingkungan.





III. KESIMPULAN

Berdasarkan penulisan ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Microbial corrosion adalah korosi yang disebabkan oleh mikroorganisme.
2. Mikroba seperti ganggang, jamur dan bakteri dapat menyebabkan korosi.
3. Jenis Bakteri yang dapat menyebabkan korosi antara lain: Sulphate reducing-bacteria (SRB), Sulphur Oxydising Bacteria (SOB), Bakteri besi mangan oksida.
4. Microbial corrosion dapat dihambat dengan menggunakan suatu inhibitor korosi, salah satunya adalah natrium hipoklorit.

















DAFTAR PUSTAKA

Aiba, S., Humprey, A.W., dan Millis, N.E., 1965, “Biochemical Engineering”, Academic Press, new York.

Dexter SC, Duquette DJ, Siebert OW, Videla HA. 1991. Use and limitations of electrochemical techniques for investigating microbiological corrosion. Corrosion 47:308-318

Sharpley, J.M., 1956. “Elementary Petroluem Microbiology”, Gulf Publishing Coy., Houston.

Hamilton WA. 1985. Sulfate-Reducing Bacteria and Anaerobic Corrosion. Annu Rev Microbiol 39:195-217

King RA, Miller JDA. 1971. Corrosion by Sulphate-Reducing Bacteria, Nature 233:491-492

Licina GJ. 2001. Monitoring Biofilms on Metallic Surfaces in Real Time. Paper No. 01442, Corrosion 2001, NACE International, Houston, TX

Westlake DWS,Voordouw G, Jack TR. 1993. Use of Nucleic Acid Probes in Assessing the Community Structure of Sulphate-Reducing Bacteria in Western Canadian oil field fluids, Proceedings 12th International Corrosion Congress, NACE International, Houston, TX, 3794-3802

Smith, C.A., 1981, “The microbiology of Corrsion”, anti Corrotion journal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar