KIMIA-CAMPUR
kimia-campur
Kamis, 26 Agustus 2010
Logam Cadmium
Kadmium (Latin: cadmina, Yunani: kadmeia, nama kuno untuk calamine, seng karbonat). Ditemukan oleh Stromeyer di tahun 1817 dari impurity (pengotor) dalam seng karbonat. Kadmium ditemukan di Jerman 1817 oleh Friedrich Strohmeyer. dari impurity (pengotor) dalam seng karbonat. Kadmium adalah logam yang berwarna putih keperakan, lunak dan tahan korosi. Oleh karena sifat-sifatnya, Cd banyak dipakai sebagai stabilizer dalam pembuatan (polyvinil & klorida).
Logam kadmium mempunyai penyebaran sangat luas di alam, hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite ini sangat jarang ditemukan di alam, sehingga dalam eksploitasi logam Cd biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa peleburan bijih-bijih seng (Zn). Biasanya pada konsentrat bijih Zn didapatkan 0,2 sampai 0,3 % logam Cd.
Karena titik didihnya rendah, Cd dapat dipisahkan dari seng melalui penyulingan bertahap. Zn dan Pb diperoleh kembali secara serentak dengan cara tungku pemanas letupan. Cd suatu hasil sampingan yang tidak banyak ragamnya dan biasanya dipisahkan dari Zn dengan destilasi atau dengan pengendapan dari larutan sulfat dengan debu Zn.
Unsur Kadmium mempunyai kelimpahan yang relative rendah secara alamiah (dengan orde 10-6 dari kerak bumi) Kadmium jarang ditemui, namun sebagai akibat dari kemiripan dengan seng (Zn), Kadmium terdapat oleh pertukaran-pertukaran isomorf dalam hampir semua bijih seng, Kadmium juga mudah diperoleh dari bijihnya.
Cd didapat pada limbah berbagai jenis pertambangan logam yang tercampur Cd seperti Pb, dan Zn. Dengan demikian, Cd dapat ditemukan di dalam perairan baik di dalam sedimen maupun di dalam penyediaan air minum. Pagoray. H, dalam Surtipanti (2002), menyatakan bahwa Merkuri (Hg) memiliki sifat yang sama dengan Kadmium (Cd) yaitu selain bersifat esensial juga toksik terhadap organisme yang hidup di air oleh karena sifat tersebut, dalam berbagai penelitian logam berat, kedua jenis logam tersebut selalu mendapat prioritas untuk dianalisis dan dievaluasi. Kadmium adalah logam toksik yang umumnya ditemukan dalam pekerjaan-pekerjaan industri, logam Kadmium digunakan secara intensif dalam proses elektroplating. kadmium juga ditemukan dalam industri cat (Chemisrty.org,2010).
Logam kadmium mempunyai penyebaran sangat luas di alam, hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite ini sangat jarang ditemukan di alam, sehingga dalam eksploitasi logam Cd biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa peleburan bijih-bijih seng (Zn). Biasanya pada konsentrat bijih Zn didapatkan 0,2 sampai 0,3 % logam Cd.
Karena titik didihnya rendah, Cd dapat dipisahkan dari seng melalui penyulingan bertahap. Zn dan Pb diperoleh kembali secara serentak dengan cara tungku pemanas letupan. Cd suatu hasil sampingan yang tidak banyak ragamnya dan biasanya dipisahkan dari Zn dengan destilasi atau dengan pengendapan dari larutan sulfat dengan debu Zn.
Unsur Kadmium mempunyai kelimpahan yang relative rendah secara alamiah (dengan orde 10-6 dari kerak bumi) Kadmium jarang ditemui, namun sebagai akibat dari kemiripan dengan seng (Zn), Kadmium terdapat oleh pertukaran-pertukaran isomorf dalam hampir semua bijih seng, Kadmium juga mudah diperoleh dari bijihnya.
Cd didapat pada limbah berbagai jenis pertambangan logam yang tercampur Cd seperti Pb, dan Zn. Dengan demikian, Cd dapat ditemukan di dalam perairan baik di dalam sedimen maupun di dalam penyediaan air minum. Pagoray. H, dalam Surtipanti (2002), menyatakan bahwa Merkuri (Hg) memiliki sifat yang sama dengan Kadmium (Cd) yaitu selain bersifat esensial juga toksik terhadap organisme yang hidup di air oleh karena sifat tersebut, dalam berbagai penelitian logam berat, kedua jenis logam tersebut selalu mendapat prioritas untuk dianalisis dan dievaluasi. Kadmium adalah logam toksik yang umumnya ditemukan dalam pekerjaan-pekerjaan industri, logam Kadmium digunakan secara intensif dalam proses elektroplating. kadmium juga ditemukan dalam industri cat (Chemisrty.org,2010).
Selasa, 29 Juni 2010
STUDI AFM UNTUK AWAL KOROSI PADA BAJA DENGAN KETAHANAN TINGGI DALAM LARUTAN NATRIUM KLORIDA YANG DIENCERKAN
ABSTRAK
Baja dengan ketahanan tinggi digunakan sebagai pendukung pada bangunan yang terbuat dari beton yang disusun dengan kawat baja dari komposisi eutektoid dengan sebuah mikrostruktur pearlitik. Penelitian ini difokuskan pada studi tentang mikroskop kekuatan atom, dari korosi tahap awal yang terjadi pada beberapa baja sebagai konsekuensi dari posisi mereka didalam larutan natrium klorida. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa mikrostruktur pearlitik dari baja mengalami pencegahan serangan dari fase ferrite dan kerja cementite sebagai katoda. Kecepatan korosi ditentukan dari perhitungan jumlah material yang hilang dari analisis awal. Hasil yang diperoleh menunjukkan hasil yang baik sesuai prediksi dari teori Galvelel.
1. PENDAHULUAN
Mikroskop kekuatan atom adalah suatu teknik dengan ketelitian yang tinggi berdasarkan kelengkapan topografik dan informasi komposisi permukaan dari material-material dengan variasi yang luas, mulai dari sel hidup sampai keramik atau baja dengan ketahanan tinggi seperti pada salah satu studi ini. Walaupun Mikroskop kekuatan atom (AFM) tidak umum digunakan pada studi korosi, penulis telah beberapa kali menggunakannya, contohnya, studi in situ dari korosi beberapa material pada media penting, yang digunakan untuk menaksir kesesuaian dari berbagai macam inhibitor korosi.
Baja dengan ketahanan tinggi digunakan sebagai pendukung pada bangunan yang terbuat dari beton yang disusun dengan kawat baja dari komposisi eutektoid dengan sebuah mikrostruktur pearlitik yang memuat matriks ferritik dan lapisan cemmentite. Dibawah kondisi normal, sifat alkalinitas yang tinggi dari beton yang tidak aktif, mencegahnya dari degradasi. Bagaimanapun, pada saat bangunan ditempatkan pada lingkungan maritim atau mengalami kontak dengan garam, ion klorida mampu masuk dan meresap kedalam pori-pori beton dan mencapai baja, akhirnya terjadi korosi. Wajar dilakukan konservasi untuk baja ini, untuk menjamin keamanan pada bangunan yang terbuat dari beton, sehingga memotivasi untuk memperbanyak studi pada subyek; terutama untuk pemahaman tentang korosi mekanik pada suatu kondisi. Penelitian ini menghasilkan suatu studi in situ pada tahap pertama korosi pada baja, sebagai konsekuensi dari serangan ion klorida.
2. MATERIAL
Material yang dipelajari adalah suatu baja eutektoid dengan komposisi bahan kimia stabil, lihat tabel 1, yang disebut besi pearlitik induk. Saat mendinginkan tipe baja ini dengan temperatur dibawah 723oC, terjadi transformasi austenite, oleh nukleasi dan proses pertumbuhan, dalam komponen baru yang disebut pearlite, yang terkandung didalamnya lapisan yang berturut-turut fase cementite (Fe3C) dan ferrite. Komposisi pearlite selalu konstan dan stabil (99,2% Fe dan 0,8% C) sehingga relatif seimbang pada dua fase (12,5% cementite dan 87,5% ferrite). Bagaimanapun, pemisahan diantara lapisan yang menyusun ferrite bergantung pada pendinginan dan juga bentuk dari material yang didapat.
Ferrite berwarna putih, halus dan ringan, serta bersifat magnetic dan tersusun dari besi alfa yang hampir murni dengan sebuah struktur badan yang terpusat kubik. Jauh berbeda, cementite bersifat keras dan mengandung karbida besi yang rapuh (6,67% C dan 93,33% Fe) yang terkristalisasi secara sistem ortorombik. Untuk melengkapi baja dengan kemampuan merenggang dengan tujuan menekan pengurangan residu selama proses berlangsung, ukuran dari pearlite harus terjaga pada nilai tertentu. Untuk melakukan hal tersebut baja pearlitik induk dijadikan subyek untuk mendapatkan pengolahan terbaik pada pemanasan 900-1000OC yang kemudian diikuti dengan pendinginan ganda. Selama tahap awal, turun sampai 450-550oC, proses pendinginan selalu dikontrol dan ditempatkan di plumb bath. Kebalikannya, pertama-tama, turun sampai suhu ruang, dan tidak dikontrol. Pada suhu ruang, semua yang terdapat pada plumb bath yang ditahan pada permukaan material dipindahkan dengan serangan dari suatu campuran klorida dan asam sulfat, dan akhirnya baja pearlitik induk dikuatkan untuk membebaskan penyerapan atom hidrogen dari asam dengan immersi pada air panas.
3. METODOLOGI PERCOBAAN
Persiapan sampel dilakukan dengan memotongnya, agar diperoleh ukuran yang sesuai dengan syarat AFM, dan kemudian menggosoknya dengan bubuk keras partikel alumina.
AFM digunakan dalam studi ini pada ukuran 3100 dengan pengontrolan nanoskop III (instrumen digital) disesuaikan dengan persen Silika Nitrit DNP-S dan semua perlengkapan yang diperlukan untuk pengerjaan dalam larutan. Larutan agresif, NaCl 0,05 M diteteskan secepatnya (hanya beberapa tetes) diatas sampel untuk penyerangan, dan kemudian persennya diimersikan kedalam larutan untuk selanjutnya dilakukan scan pada bagian bawah permukaan mode kontak. Sehingga tidak dibutuhkan penggunaan tipe apapun dari wadah untuk larutan karena sampel relatif cukup besar dan untuk kemampuan kapilaritas menunjukkan antara kendali persen dan sampel ini dibatasi dengan sempurna. Evaporasi terkadang tidak diperlukan untuk jangka pendek dari percobaan dan pada suhu ruang 23 2oC.
Untuk menuju studi evolusi proses korosi pada sebuah area sampel dilanjutkan scan pada suatu periode lebih dari 2 jam. Ukuran ini dipilih karena diperbolehkan untuk mengikuti evolusi dari kedua individual butiran pearlite dan yang paling penting seperti penggosok goresan. Hanya pada akhir percobaan, area ini diperbanyak untuk meregenerasi sehingga diperoleh hasil.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kualitatif
Selama lebih dari 2 jam sejak studi terakhir, nilai penting dari AFM telah didaftarkan, ditampilkan pada gambar 1. Empat tampilan tiga dimnesi dari permukaan sampel ditunjukkan pada bentuk tersebut yang sebagian besar menunjukkan informasi kualitatif yang baik mengenai terjadinya perubahan permukaan.
Pertama-tama, gambar 1a, sesuai dengan scan pertama (t=10 h=10 menit), tepat setelah sampel dikontakkan dengan larutan agresif. Pada titik ini, penggosok goresan dan butiran material tetap terlihat jelas dan diasumsikan bahwa permukaan sampel belum diubah oleh larutan. Setelah beberapa jam, perkembangan epitaksial dari oksida memberikan ruang untuk lebih banyak penyebab permukaan kasar dan penggosok goresan telah sulit ditemukan, lihat gambar 1b. Perkembangan oksida berlanjut terus-menerus, lihat gambar 2; bagaimanapun fenomena baru mulai ditunjukkan pada gambar 1c. Oksida mulai menunjukkan peningkatan yang ditandai dengan pembentukan gunung dan bukit yang berkelanjutan, dan akhirnya setelah 2 jam 15 menit, terbentuk dengan jelas struktur lamellar dari pearlite, lihat gambar 1d, untuk mencegah penyerangan dari fase ferrite dengan menjadikan cemmentite sebagai katoda.
Di akhir studi, setelah lebih dari 2 jam dilakukan percobaan, ukuran dari scan bertambah hingga mencapai 50 m, lihat gambar 3, untuk memeriksa keumuman hasil yang diperoleh. Perbandingan antara gambar 3 dengan bagian metalografik tradisional, menunjukkan bahwa keduanya menghasilkan informasi yang sama walaupun tampilan AFM menunjukkan kerja ini, AFM adalah pengetahuan besar yang mengikuti proses degradasi pada waktu yang nyata sebagai kelangsungan degradasi.
4.2 Jumlah Korosi Berdasarkan Evolusi Kekasaran
Ukuran dari area yang di scan dijaga agar tetap konstan selama percobaan, hal tersebut memungkinkan untuk menunjukkan luasnya degradasi pada saat terjadinya permukaan kasar, lihat gambar 5. Diperkirakan bahwa cemmentite tidak didegradasi, pertambahan kekasaran dapat dilengkapi dengan ferrite dan sejumlah besar material yang hilang dapat dihitung dengan mudah. Dua tahap penting dari proses korosi sebelumnya ditunjukkan dengan jelas pada gambar 5.
Ketepatan data disesuaikan dengan tahap kedua (t>35 menit) dengan polinomial pangkat kedua yang dilengkapi dengan kekasaran rata-rata sebagai fungsi waktu, lihat gambar 5. Laju korosi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana CR adalah laju korosi, variasi kekasaran rata-rata dalam waktu, dengan satuan nm/jam dan x adalah waktu dalam jam. Tapi laju korosi tidak dapat dinyatakan dalam cara lain, semuanya berhubungan dengan hukum Faraday, reduksi ketebalan berdasarkan waktu, material yang hilang dari unit permukaan dalam waktu lama atau intensitas korosi dari unit permukaan.
5. KESIMPULAN
Scanning berkelanjutan dengan mikroskop kekuatan atom dari suatu baja dengan ketahanan tinggi ditunjukkan melalui aksi dari suatu larutan garam yang memungkinkan untuk mengikuti tahap yang sangat awal dari proses korosi. Analisis selanjutnya dari perubahan distribusi permukaan yang sangat kasar dilengkapi dengan informasi mengenai waktu perubahan yang dialami oleh permukaan tersebut selama waktu studi terakhir.
Dengan penambahan, mikroskop kekuatan atom mengizinkan kami untuk mengidentifikasi dua tahap pada permulaan proses korosi: pertama-tama, ditandai dengan formasi dari suatu lapisan tipis kasil korosi, dan kedua, ditempatkan pada serangan selektif dari fase ferritik, dan menjadikan cemmentite sebagai katoda.
Perbandingan antara tampilan hasil AFM dengan gambar dari mikroskop metallografik berdasarkan literatur membuktikan bahwa terungkap informasi yang sama, struktur pearlitik dari baja. Bagaimanapun, mikroskop kekuatan atom adalah pengetahuan besar yang mengikuti proses degradasi pada waktu yang nyata sebagai kelangsungan degradasi.
Diperoleh ungkapan untuk nilai korosi sebagai fungsi dari penyingkapan waktu untuk larutan NaCl sebagai pendukung teori contoh persen pertumbuhan Galvelel dengan suatu reduksi dari nilai korosi sebagai penambah kedalaman lubang.
DAFTAR PUSTAKA
[1] T.L. Altshuler, Examination of plain carbon steels using an atomic force
microscope, in: S.C. Cohen, M.T. Bray, M.L. Lightbody (Eds.), Atomic Force
Microscopy/Scanning Tunneling Microscopy, Plenum, New York, 1994, pp.
167–180.
[2] R. Wiesendanger, Scanning Probe Microscopy and Spectroscopy, Cambridge
University Press, 1994.
[3] B. Bhushan, Nanotribology and Nanomechanics. An Introduction, Springer,
2005.
[4] J. Li, D. Lampner, In-situ AFM study of pitting corrosion of Cu thin films,
Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects 154 (1–2)
(1999) 227–237.
[5] R. Wang, An AFM and XPS study of corrosion caused by micro-liquid of dilute sulfuric acid on stainless steel, Applied Surface Science 227 (1–4) (2004) 399–409.
[6] L. Xu, K. Chan, H.H.P. Fang, Application of atomic force microscopy in the study of microbiologically influenced corrosion, Materials Characterization 48 (2–3) (2002) 195–203.
[7] G. Mu, X. Li, Inhibition of cold rolled steel corrosion by tween-20 in sulfuric
acid: weight loss, electrochemical and AFM approaches, Journal of Colloid and
Interface Science 289 (1) (2005) 184–192.
[8] O. Olivares-Xometl, N.V. Likhanova, M.A. Dominguez-Aguilar, J.M. Hallen, L.S. Zamudio, E. Arce, Surface analysis of inhibitor films formed by imidazolines
and amides on mild steel in an acidic environment, Applied Surface Science
252 (6) (2006) 2139–2152.
[9] U. Nürnberger, in: Third Symposium of Stress Corrosion Prestressing Steel,
Madrid, 1981.
[10] M. Elices, J. Climent, in: Second International Symposium of Stress Corrosion Prestressing Steel, FIP, 1974.
[11] W. Cherry, S.M. Price, Pitting, crevice and stress corrosion cracking studies of cold drawn eutectoid steels, Corrosion Science 20 (1980) 1163.
[12] K.F. McGuinn, M. Elices, Stress corrosion resistance of transverse precracked prestressing tendon in tension, British Corrosion Journal 20 (3) (1985) 187.
[13] J. Sanchez, J. Fullea, C. Andrade, C. Alonso, Stress corrosion cracking
mechanism of prestressing steels in bicarbonate solutions, Corrosion Science
49 (2007) 4069–4080.
[14] I. Horcas, R. Fernández, J.M. Gómez-Rodríguez, J. Colchero, J. Gómez-Herrero, A.M. Baro, WSxM: a software for scanning probe microscopy and a tool for nanotechnology, Review of Scientific Instruments 78 (2007) 013705.
[15] J. Toribio, Relationship between microstructure and strength in eutectoid
steels, Materials Science and Engineering A 387–389 (2004) 227–230.
[16] C. Andrade, C. Alonso, Corrosion rate monitoring in the laboratory and on-site, Construction and Building Materials 10 (5) (1996) 315–328.
[17] J.R. Galvele, Transport processes in passivity breakdown-II. Full hydrolysis of the metal ions, Corrosion Science 21 (8) (1981) 551–579.
Baja dengan ketahanan tinggi digunakan sebagai pendukung pada bangunan yang terbuat dari beton yang disusun dengan kawat baja dari komposisi eutektoid dengan sebuah mikrostruktur pearlitik. Penelitian ini difokuskan pada studi tentang mikroskop kekuatan atom, dari korosi tahap awal yang terjadi pada beberapa baja sebagai konsekuensi dari posisi mereka didalam larutan natrium klorida. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa mikrostruktur pearlitik dari baja mengalami pencegahan serangan dari fase ferrite dan kerja cementite sebagai katoda. Kecepatan korosi ditentukan dari perhitungan jumlah material yang hilang dari analisis awal. Hasil yang diperoleh menunjukkan hasil yang baik sesuai prediksi dari teori Galvelel.
1. PENDAHULUAN
Mikroskop kekuatan atom adalah suatu teknik dengan ketelitian yang tinggi berdasarkan kelengkapan topografik dan informasi komposisi permukaan dari material-material dengan variasi yang luas, mulai dari sel hidup sampai keramik atau baja dengan ketahanan tinggi seperti pada salah satu studi ini. Walaupun Mikroskop kekuatan atom (AFM) tidak umum digunakan pada studi korosi, penulis telah beberapa kali menggunakannya, contohnya, studi in situ dari korosi beberapa material pada media penting, yang digunakan untuk menaksir kesesuaian dari berbagai macam inhibitor korosi.
Baja dengan ketahanan tinggi digunakan sebagai pendukung pada bangunan yang terbuat dari beton yang disusun dengan kawat baja dari komposisi eutektoid dengan sebuah mikrostruktur pearlitik yang memuat matriks ferritik dan lapisan cemmentite. Dibawah kondisi normal, sifat alkalinitas yang tinggi dari beton yang tidak aktif, mencegahnya dari degradasi. Bagaimanapun, pada saat bangunan ditempatkan pada lingkungan maritim atau mengalami kontak dengan garam, ion klorida mampu masuk dan meresap kedalam pori-pori beton dan mencapai baja, akhirnya terjadi korosi. Wajar dilakukan konservasi untuk baja ini, untuk menjamin keamanan pada bangunan yang terbuat dari beton, sehingga memotivasi untuk memperbanyak studi pada subyek; terutama untuk pemahaman tentang korosi mekanik pada suatu kondisi. Penelitian ini menghasilkan suatu studi in situ pada tahap pertama korosi pada baja, sebagai konsekuensi dari serangan ion klorida.
2. MATERIAL
Material yang dipelajari adalah suatu baja eutektoid dengan komposisi bahan kimia stabil, lihat tabel 1, yang disebut besi pearlitik induk. Saat mendinginkan tipe baja ini dengan temperatur dibawah 723oC, terjadi transformasi austenite, oleh nukleasi dan proses pertumbuhan, dalam komponen baru yang disebut pearlite, yang terkandung didalamnya lapisan yang berturut-turut fase cementite (Fe3C) dan ferrite. Komposisi pearlite selalu konstan dan stabil (99,2% Fe dan 0,8% C) sehingga relatif seimbang pada dua fase (12,5% cementite dan 87,5% ferrite). Bagaimanapun, pemisahan diantara lapisan yang menyusun ferrite bergantung pada pendinginan dan juga bentuk dari material yang didapat.
Ferrite berwarna putih, halus dan ringan, serta bersifat magnetic dan tersusun dari besi alfa yang hampir murni dengan sebuah struktur badan yang terpusat kubik. Jauh berbeda, cementite bersifat keras dan mengandung karbida besi yang rapuh (6,67% C dan 93,33% Fe) yang terkristalisasi secara sistem ortorombik. Untuk melengkapi baja dengan kemampuan merenggang dengan tujuan menekan pengurangan residu selama proses berlangsung, ukuran dari pearlite harus terjaga pada nilai tertentu. Untuk melakukan hal tersebut baja pearlitik induk dijadikan subyek untuk mendapatkan pengolahan terbaik pada pemanasan 900-1000OC yang kemudian diikuti dengan pendinginan ganda. Selama tahap awal, turun sampai 450-550oC, proses pendinginan selalu dikontrol dan ditempatkan di plumb bath. Kebalikannya, pertama-tama, turun sampai suhu ruang, dan tidak dikontrol. Pada suhu ruang, semua yang terdapat pada plumb bath yang ditahan pada permukaan material dipindahkan dengan serangan dari suatu campuran klorida dan asam sulfat, dan akhirnya baja pearlitik induk dikuatkan untuk membebaskan penyerapan atom hidrogen dari asam dengan immersi pada air panas.
3. METODOLOGI PERCOBAAN
Persiapan sampel dilakukan dengan memotongnya, agar diperoleh ukuran yang sesuai dengan syarat AFM, dan kemudian menggosoknya dengan bubuk keras partikel alumina.
AFM digunakan dalam studi ini pada ukuran 3100 dengan pengontrolan nanoskop III (instrumen digital) disesuaikan dengan persen Silika Nitrit DNP-S dan semua perlengkapan yang diperlukan untuk pengerjaan dalam larutan. Larutan agresif, NaCl 0,05 M diteteskan secepatnya (hanya beberapa tetes) diatas sampel untuk penyerangan, dan kemudian persennya diimersikan kedalam larutan untuk selanjutnya dilakukan scan pada bagian bawah permukaan mode kontak. Sehingga tidak dibutuhkan penggunaan tipe apapun dari wadah untuk larutan karena sampel relatif cukup besar dan untuk kemampuan kapilaritas menunjukkan antara kendali persen dan sampel ini dibatasi dengan sempurna. Evaporasi terkadang tidak diperlukan untuk jangka pendek dari percobaan dan pada suhu ruang 23 2oC.
Untuk menuju studi evolusi proses korosi pada sebuah area sampel dilanjutkan scan pada suatu periode lebih dari 2 jam. Ukuran ini dipilih karena diperbolehkan untuk mengikuti evolusi dari kedua individual butiran pearlite dan yang paling penting seperti penggosok goresan. Hanya pada akhir percobaan, area ini diperbanyak untuk meregenerasi sehingga diperoleh hasil.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kualitatif
Selama lebih dari 2 jam sejak studi terakhir, nilai penting dari AFM telah didaftarkan, ditampilkan pada gambar 1. Empat tampilan tiga dimnesi dari permukaan sampel ditunjukkan pada bentuk tersebut yang sebagian besar menunjukkan informasi kualitatif yang baik mengenai terjadinya perubahan permukaan.
Pertama-tama, gambar 1a, sesuai dengan scan pertama (t=10 h=10 menit), tepat setelah sampel dikontakkan dengan larutan agresif. Pada titik ini, penggosok goresan dan butiran material tetap terlihat jelas dan diasumsikan bahwa permukaan sampel belum diubah oleh larutan. Setelah beberapa jam, perkembangan epitaksial dari oksida memberikan ruang untuk lebih banyak penyebab permukaan kasar dan penggosok goresan telah sulit ditemukan, lihat gambar 1b. Perkembangan oksida berlanjut terus-menerus, lihat gambar 2; bagaimanapun fenomena baru mulai ditunjukkan pada gambar 1c. Oksida mulai menunjukkan peningkatan yang ditandai dengan pembentukan gunung dan bukit yang berkelanjutan, dan akhirnya setelah 2 jam 15 menit, terbentuk dengan jelas struktur lamellar dari pearlite, lihat gambar 1d, untuk mencegah penyerangan dari fase ferrite dengan menjadikan cemmentite sebagai katoda.
Di akhir studi, setelah lebih dari 2 jam dilakukan percobaan, ukuran dari scan bertambah hingga mencapai 50 m, lihat gambar 3, untuk memeriksa keumuman hasil yang diperoleh. Perbandingan antara gambar 3 dengan bagian metalografik tradisional, menunjukkan bahwa keduanya menghasilkan informasi yang sama walaupun tampilan AFM menunjukkan kerja ini, AFM adalah pengetahuan besar yang mengikuti proses degradasi pada waktu yang nyata sebagai kelangsungan degradasi.
4.2 Jumlah Korosi Berdasarkan Evolusi Kekasaran
Ukuran dari area yang di scan dijaga agar tetap konstan selama percobaan, hal tersebut memungkinkan untuk menunjukkan luasnya degradasi pada saat terjadinya permukaan kasar, lihat gambar 5. Diperkirakan bahwa cemmentite tidak didegradasi, pertambahan kekasaran dapat dilengkapi dengan ferrite dan sejumlah besar material yang hilang dapat dihitung dengan mudah. Dua tahap penting dari proses korosi sebelumnya ditunjukkan dengan jelas pada gambar 5.
Ketepatan data disesuaikan dengan tahap kedua (t>35 menit) dengan polinomial pangkat kedua yang dilengkapi dengan kekasaran rata-rata sebagai fungsi waktu, lihat gambar 5. Laju korosi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana CR adalah laju korosi, variasi kekasaran rata-rata dalam waktu, dengan satuan nm/jam dan x adalah waktu dalam jam. Tapi laju korosi tidak dapat dinyatakan dalam cara lain, semuanya berhubungan dengan hukum Faraday, reduksi ketebalan berdasarkan waktu, material yang hilang dari unit permukaan dalam waktu lama atau intensitas korosi dari unit permukaan.
5. KESIMPULAN
Scanning berkelanjutan dengan mikroskop kekuatan atom dari suatu baja dengan ketahanan tinggi ditunjukkan melalui aksi dari suatu larutan garam yang memungkinkan untuk mengikuti tahap yang sangat awal dari proses korosi. Analisis selanjutnya dari perubahan distribusi permukaan yang sangat kasar dilengkapi dengan informasi mengenai waktu perubahan yang dialami oleh permukaan tersebut selama waktu studi terakhir.
Dengan penambahan, mikroskop kekuatan atom mengizinkan kami untuk mengidentifikasi dua tahap pada permulaan proses korosi: pertama-tama, ditandai dengan formasi dari suatu lapisan tipis kasil korosi, dan kedua, ditempatkan pada serangan selektif dari fase ferritik, dan menjadikan cemmentite sebagai katoda.
Perbandingan antara tampilan hasil AFM dengan gambar dari mikroskop metallografik berdasarkan literatur membuktikan bahwa terungkap informasi yang sama, struktur pearlitik dari baja. Bagaimanapun, mikroskop kekuatan atom adalah pengetahuan besar yang mengikuti proses degradasi pada waktu yang nyata sebagai kelangsungan degradasi.
Diperoleh ungkapan untuk nilai korosi sebagai fungsi dari penyingkapan waktu untuk larutan NaCl sebagai pendukung teori contoh persen pertumbuhan Galvelel dengan suatu reduksi dari nilai korosi sebagai penambah kedalaman lubang.
DAFTAR PUSTAKA
[1] T.L. Altshuler, Examination of plain carbon steels using an atomic force
microscope, in: S.C. Cohen, M.T. Bray, M.L. Lightbody (Eds.), Atomic Force
Microscopy/Scanning Tunneling Microscopy, Plenum, New York, 1994, pp.
167–180.
[2] R. Wiesendanger, Scanning Probe Microscopy and Spectroscopy, Cambridge
University Press, 1994.
[3] B. Bhushan, Nanotribology and Nanomechanics. An Introduction, Springer,
2005.
[4] J. Li, D. Lampner, In-situ AFM study of pitting corrosion of Cu thin films,
Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects 154 (1–2)
(1999) 227–237.
[5] R. Wang, An AFM and XPS study of corrosion caused by micro-liquid of dilute sulfuric acid on stainless steel, Applied Surface Science 227 (1–4) (2004) 399–409.
[6] L. Xu, K. Chan, H.H.P. Fang, Application of atomic force microscopy in the study of microbiologically influenced corrosion, Materials Characterization 48 (2–3) (2002) 195–203.
[7] G. Mu, X. Li, Inhibition of cold rolled steel corrosion by tween-20 in sulfuric
acid: weight loss, electrochemical and AFM approaches, Journal of Colloid and
Interface Science 289 (1) (2005) 184–192.
[8] O. Olivares-Xometl, N.V. Likhanova, M.A. Dominguez-Aguilar, J.M. Hallen, L.S. Zamudio, E. Arce, Surface analysis of inhibitor films formed by imidazolines
and amides on mild steel in an acidic environment, Applied Surface Science
252 (6) (2006) 2139–2152.
[9] U. Nürnberger, in: Third Symposium of Stress Corrosion Prestressing Steel,
Madrid, 1981.
[10] M. Elices, J. Climent, in: Second International Symposium of Stress Corrosion Prestressing Steel, FIP, 1974.
[11] W. Cherry, S.M. Price, Pitting, crevice and stress corrosion cracking studies of cold drawn eutectoid steels, Corrosion Science 20 (1980) 1163.
[12] K.F. McGuinn, M. Elices, Stress corrosion resistance of transverse precracked prestressing tendon in tension, British Corrosion Journal 20 (3) (1985) 187.
[13] J. Sanchez, J. Fullea, C. Andrade, C. Alonso, Stress corrosion cracking
mechanism of prestressing steels in bicarbonate solutions, Corrosion Science
49 (2007) 4069–4080.
[14] I. Horcas, R. Fernández, J.M. Gómez-Rodríguez, J. Colchero, J. Gómez-Herrero, A.M. Baro, WSxM: a software for scanning probe microscopy and a tool for nanotechnology, Review of Scientific Instruments 78 (2007) 013705.
[15] J. Toribio, Relationship between microstructure and strength in eutectoid
steels, Materials Science and Engineering A 387–389 (2004) 227–230.
[16] C. Andrade, C. Alonso, Corrosion rate monitoring in the laboratory and on-site, Construction and Building Materials 10 (5) (1996) 315–328.
[17] J.R. Galvele, Transport processes in passivity breakdown-II. Full hydrolysis of the metal ions, Corrosion Science 21 (8) (1981) 551–579.
Suatu Pemahaman Baru dari Ketahanan Korosi Retak Tegang Intragranular dari Baja Pipa Saluran Melalui Studi Karakter Batas Bulir dan Tekstur Kristalografi
M.A. Arafin, J.A. Szpunar
Korosi retak tegang intragranular (IGSCC) telah lama menjadi suatu permasalahan yang serius berhubungan dengan pipa saluran industri. Diduga, peristiwa korosi jenis ini berkaitan dengan karakteristik struktur dari bahan pipa. Namun, sampai sekarang pengaruh dari karakteristik struktur yang mempengaruhi proses peretakan masih belum dimengerti secara jelas. Paper ini melaporkan beberapa temuan kunci pada karakter batas bulir dan tekstur kristalografi yang berkaitan dengan ketahanan terhadap IGSCC dari pipa baja API X65.
Mekanisme dari pembentukkan IGSCC pada pipa baja dapat diringkas sebagai berikut: saluran pipa di dalam tanah menggunakan perlindungan katodik untuk mencegah kehilangan logam-logam, tapi sayangnya arus katodik memecah air tanah menjadi ion-ion hidroksil dan dengan demikian menaikkan pH. pH larutan yang tinggi ini bereaksi dengan CO2 dan membentuk larutan kompleks karbonat-bikarbonat. Ketika konsentrasi karbonat larutan cukup tinggi untuk mempasifkan permukaan pipa, terjadilah retakan intergranular melalui mekanisme pelarutan anodik.
Tanpa melihat mekanisme, telah jelas bahwa kerentanan pipa saluran terhadap IGSCC adalah suatu ketergantungan bahan dan lingkungan. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengidentifikasikan struktur-struktur batas bulir yang memfasilitasi atau memberikan ketahanan terhadap peretakan. Namun sayangnya informasi fundamental yang bisa digunakan untuk menghasilkan pipa-pipa saluran baja dengan ketahanan superior terhadap IGSCC masih belum terselidiki.
Telah diterima dengan baik bahwa batas-batas bulir bersudut besar yang acak (HAB) memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sudut yang lebih kecil (LAB) dan batas-batas situs kisi khusus yang bertepatan (CSL), dan menyediakan jalur yang relatif mudah untuk terjadinya perambatan retakan. Berdasarkan studi yang telah dilakukan pada IGSCC dari nikel kemurnian tinggi, nikel austenitik, dan paduan stainless berbasis besi dan interlogam Ni3Al didapatkan bahwa batas-batas Σ1 (LAB) dan Σ3 mempunyai kekebalan terhadap IGSCC. Namun kita harus mengingat kembali bahwa kekebalan dari batas-batas bulir terhadap peretakan sangatlah dipengaruhi oleh pemisahan elemen-elemen pengotor maupun oleh kerasnya lingkungan yang diterima.
Pipa-pipa saluran baja API X65 biasanya digunakan dalam pipa saluran industri, merupakan feritik (mengandung unsur besi). Penelitian yang telah dilakukan oleh Venegas et al., didapatkan bahwa kebanyakan batas-batas Σ CSL rendah hingga Σ 33 tahan terhadap peretakan terinduksi hidrogen (HIC), walaupun yang terutama berperan adalah batas-batas Σ 13b, Σ 11 dan Σ 29a.
Telah diketahui bahwa tekstur memainkan peran kunci dalam jenis-jenis peretakan yang berbeda seperti peretakan lemah, peretakan terinduksi hidrogen (HIC), peretakan deformasi dan lain-lain. Oleh karena itu, akan menjadi menarik untuk mengetahui apakah tekstur kristalografi memiliki pengaruh pada IGSCC yang terjadi pada saluran pipa baja. Dari penelitian terdahulu (Alexandreanu dan Was) telah mempelajari pengaruh orientasi bulir pada IGSCC, tapi kesimpulan dari tekstur pada studi tersebut hanya terbatas pada perkiraan apakah peretakan bulir-bulir termasuk pada bulir-bulir yang memiliki orientasi yang serupa atau tidak, selain itu mereka juga mempelajari itu pada paduan austenitik berbasis nikel (Ni-16Cr-9Fe) yang tidak digunakan dalam pipa saluran industri. Mereka menyimpulkan bahwa batas-batas yang berkaitan dengan bulir-bulir yang memiliki orientasi yang tak sama rentan terhadap peretakan sedangkan yang serupa orientasinya lebih tahan terhadap peretakan. Pendekatan ini sangat terbatas pada nilai praktis karena ini tidak memasukkan aspek energi dari batas-batas yang mana merupakan penggerak utama untuk perambatan peretakan, tidak juga mengidentifikasikan batas-batas yang tahan peretakan yang dapat dihasilkan oleh tekstur-tekstur bulir tertentu.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh King et al., telah ditunjukkan bahwa pada baja tahan karat austenitik disamping LAB dan batas-batas CSL dengan Σ rendah, batas-batas bulir yang berdekatan dengan indeks bidang {h k l} rendah bisa tahan terhadap IGSCC, seperti yang awalnya disarankan oleh Rohrer et al., bahwa beberapa batas mungkin memiliki sifat-sifat khusus. Dari penelitian ini, peneliti lain menyatakan memungkinkan bahwa batas-batas yang berhubungan dengan bulir-bulir dengan orientasi tertentu itu tahan terhadap IGSCC.
Patut untuk disebutkan di sini, karena IGSCC mengikuti jalur batas bulir, maka diperlukan kecenderungan untuk memusatkan pada karakter batas bulir, berdasarkan sudut misorientasi antara bulir-bulir tetangga (LAB dan HAB) dan definisi dari batas-batas CSL. Namun tekstur kristalografi bisa mengendalikan misorientasi bulir, dan oleh karena itu secara tak langsung mengendalikan struktur dan energi dari batas bulir. Untuk energi batas bulir, tidaklah semata-mata bergantung pada misorientasi antar bulir tapi juga dikendalikan oleh sumbu misorientasi dan tekstur. Dengan kata lain, untuk sudut misorientasi yang sama tapi berbeda sumbu rotasi energinya bisa sangat berbeda. Sehingga masih ada harapan bahwa tekstur lokal (orientasi bulir) di sekitar retakan mungkin dapat mempengaruhi perambatan atau penghentian retakan. Maka pada penelitian ini, bertujuan untuk menguji dan mengidentifikasikan peranan dari karakter batas bulir dan tekstur dalam perambatan atau penghentian retakan IGSCC pada pipa saluran baja API X65. Diharapkan, dari pemahaman yang lebih baik dari proses-proses tersebut dapat menjadi kunci dalam meningkatkan dan mengoptimalkan struktur dari pipa saluran baja.
Eksperimen
Bahan
Sampel API X65 diambil dari pipa saluran yang digunakan untuk mengangkut gas alam dari Alberta menuju Kanada Timur dan USA, yang mengandung beberapa retakan IGSCC. Ketabalan dinding dari pipa diperkirakan 1 cm dengan komposisi seperti dalam tabel berikut.
C Mn Si S P Ni Cr Mo Cu V Nb Ti Al Fe
0.07 1.36 0.19 0.002 0.013 0.01 0.2 <0.01 <0.01 <0.01 0.04 <0.01 0.011 sisa Studi mikrostruktur, tekstur mikro- dan meso- Sampel dipotong sepanjang bagian TD-ND seperti ditunjukkan Gambar 1. berikut. Gambar 1.Preparasi sampel untuk studi tekstur makro- dan mikro- (RP; Rolling Plane, RD; Rolling Direction, ND; Normal Direction, dan TD; Transverse Direction) Untuk digunakan dalam mikroskop optik, sampel digerus dengan kertas SiC sampai 1200 butir, kemudian disemir dengan pasta permata 3 dan 1 μm. Sampel dietsa dengan larutan nital 2 % kira-kira selama 40 detik dan diuji dengan Clemex Imaging System. Uji tekstur mikro- dan meso- dilakukan menggunakan Philips XL30 S FEG SEM dilengkapi dengan detektor EBSD dan TSL OIM Analysis Software. Sampel dipreparasi dengan cara penggerusan sampai 1200 butir, kemudian disemir dengan pasta suspensi permata 3 dan 1 μm dan akhirnya disemir kembali dengan slurry koloid silika 0,05 μm selama 6 jam. Studi tekstur makro Pengukuran tekstur makro dilakukan pada lapisan-lapisan yang berbeda sepanjang daerah RD-TD untuk mempelajari ketidak-homogenan tekstur dan distribusi misorientasi batas bulir yang melalui ketebalan. Pengukuran dilakukan menggunakan difraktometer sinar-X Siemens D-500 yang dilengkapi dengan pengukur sudut tekstur. Menggunakan radiasi Mo, gambar kutub {1 1 0}, {2 0 0} dan {2 1 1} yang tak lengkap telah didapatkan dalam rentang kemiringan refleksi sampel 5o sampai 80o. Data eksperimen yang direkam dianalisis menggunakan TextTools Software. Hasil dan diskusi Macam-macam SCC dalam pipa saluran baja Terdapat total 10 retakan dengan 6 di antaranya dengan panjang yang signifikan (>10% dari ketebalan pipa). Retakan-retakan besar tersebut sering bercabang-makro, dibelokkan, atau bercabang dan dibelokkan kemudian digabungkan dengan pembelokkan selanjutnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar.2.
Gambar. 2. Contoh-contoh retakan SCC
(a) bercabang, digabungkan dan kemudian dibelokkan (b) dibelokkan
(ND adalah arah pipa normal dan TD adalah arah melintang pipa)
Seperti yang telah didiskusikan di awal, karena retakan-retakan itu adalah macam-macam intergranular, maka diharapkan bahwa jalur perambatan retakan sangat bergantung pada karakteristik batas bulir yang berhubungan.
Distribusi karakter batas bulir
Empat daerah telah dipilih mulai dari tepi yang lebih luar sampai ke tengah dari ketabalan pipa. Didapatkan bahwa sejumlah batas bulir sudut besar terdapat lebih banyak pada tepi yang lebih luar kemudian berkurang secara bertahap seiring arah yang lebih dalam dari ketebalan pipa, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar.3.
Gambar.3. (a) diagram batang yang menunjukkan distribusi karakter batas bulir dari pipa dari tepi yang lebih luar ke arah ketebalan menengah (b) posisi dari ketebalan pipa yang diukur (1, 2, 3 dan 4 adalah 250 μm, 1,1 mm, 1,5 mm dan 2 mm dari permukaan pipa yang lebih luar).
Seperti dapat dilihat dengan menurunnya jumlah HAB, sejumlah batas-batas CSL mengalami peningkatan secara bertahap dari permukaan yang lebih luar ke arah tengah-tengah ketebalan pipa. Batas-batas CSL yang teramati dalam daerah tepi retakan adalah terutama Σ 3, Σ 11 dan Σ 13b seperti yang ditunjukkan dalam Gambar.4.
Gambar.4. Contoh-contoh distribusi batas CSL dalam daerah tepi retakan
Kecuali Σ 11 dan Σ 13b, tidak terdapat batas-batas Σ 3n pada titik spesifik perhentian retakan. Batas-batas Σ 3n dalam baja-baja karbon feritik rendah adalah tekstur utama yang terinduksi batas-batas bulir energi tinggi yang tak koheren karena benar-benar ganda/kelipatan ganda, secara umum tidak terjadi pada baja-baja tersebut, dan oleh karena itu tidak dapat dianggap sebagai batas-batas khusus yang tahan peretakan. Satu hal penting di sini adalah bahwa ada hubungan yang tak langsung dari energi batas bulir dengan nilai Σ dan oleh karena itu, ini tidak dapat dikatakan bahwa batas-batas CSL lain yang memiliki nilai Σ kurang dari 13b memiliki energi yang lebih rendah dan secara otomatis memenuhi persyaratan untuk dimasukkan ke dalam kategori khusus. Fraksi batas Σ 5, Σ 7 dan Σ 13a dalam sampel baja sangatlah kecil untuk secara positif disimpulkan memiliki kemampuan kerentanan terhadap peretakan. Namun demikian, disamping kekebalan dari batas-batas Σ 11 dan Σ 13b, batas-batas Σ 5 telah menampakkan ketahanan peretakan yang sama baik. Sayangnya, batas-batas Σ 7 dan Σ 13a tidak teramati pada persimpangan spesifik ganda tiga dimana retakan ditemukan mengalami perhentian, tidak juga hadir sepanjang jalur-jalur retakan, dan dengan demikian kekhususannya dalam menyediakan ketahanan terhadap IGSCC tidak bisa dipastikan.
Perambatan, percabangan dan pembelokkan retakan – analisis lokal
Bulir-bulir penting yang terdapat dalam peta EBSD IQ (Gambar.5a) adalah bulir-bulir yang mempunyai misorientasi antara bulir-bulir sebelahnya. Beberapa persimpangan ganda tiga, untuk visualisasi yang lebih baik, juga ditampilkan secara skematik dalam Gambar.5b.
Gambar.5. Analisis karakter batas bulir untuk perambatan, percabangan dan pembelokkan retakan: (a) Peta EBSD IQ, (b) Analisis lokal (diambil dari gambar (a): R → HAB dan L → LAB)
Retakan telah bercabangn menjadi dua ketika telah mendekati bulir-bulir 7 dan 8. Didapatkan bahwa misorientasi antara bulir-bulir 7 dan 13, dan 7 dan 10 berturut-turut adalah 56,3o dan 41,2o, keduanya masuk ke dalam klasifikasi HAB (θ > 15o), keduanya juga bukan batas-batas khusus CSL. Oleh karena itu keduanya bisa diidentifikasikan sebagai batas-batas bulir energi tinggi yang menyediakan jalur perambatan retakan yang mudah, dan ini mungkin menjadi alasan kenapa retakan awal bercabang menjadi dua segmen. Retakan bercabang yang lebih rendah (lihat Gambar.5a) mengalami pembelokkan pada sudut hampir 45o, ditunjukkan dalam lingkaran, ketika ia telah mencapai bulir 30. Perhitungan misorientasi antara bulir-bulir 30 dan 31, dan 31 dan 32 telah mengungkapkan bahwa yang terakhir adalah batas dengan sudut rendah (θ = 12,3o) sedangkan misorientasi dari yang terdahulu adalah 36,1o yang mana adalah suatu HAB. Kemungkinan ini adalah alasan retakan mengambil jalur pembelokkan tajam walaupun batas antara bulir 31 dan 32 sangat mudah diorientasikan. Perubahan arah yang tajam kembali ditemui ketika retakan sampai pada persimpangan ganda tiga yang mengandung bulir-bulir 36, 37 dan 38. Diharapkan bahwa retakan akan melalui batas antara bulir 37 dan 38, tapi sebagai gantinya retakan memilih untuk patah hanya pada batas antara 36 dan 38 yang mana terorientasi yang tidak disukai dengan mengacu pada sumbu tegangan. Analisis CSL telah menampakkan bahwa batas Σ 11 secara jelas memiliki energi yang jauh lebih rendah daripada batas-batas acak bersudut besar, oleh karena itu tahan terhadap peretakan. Ketika retakan telah mencapai persimpangan ganda tiga yang dihubungkan dengan bulir-bulir 39, 40 dan 41, ia tampak melompati melewati batas-batas antara 39 dan 40 tanpa meretakkannya. Batas antara bulir-bulir 39 dan 40 adalah LAB (θ = 9o) tapi satu antara 40 dan 41 adalah HAB (θ = 43o) dan juga teroritentasi dengan baik. Berdasarkan pengertian konvensional dari karakteristik batas bulir ini tidak cukup jelas; namun, analisis tekstur telah menunjukkan bahwa bulir-bulir tersebut memiliki orientasi yang dekat terhadap bidang putar (RP) {1 1 0} dengan sumbu batas rotasi yang mungkin memainkan peran dalam menahan perambatan retakan sepanjang jalur. Retakan yang dibelokkan dilanjutkan dalam arah yang sama seperti batas-batas Σ 11 dan batas-batas khusus Σ 13b yang diorientasikan dengan baik, seperti yang diindikasikan dengan panah dalam Gambar.5a. Tidak ada retakan yang teramati antara bulir-bulir 100 dan 101 tapi ini kembali muncul dalam bulir selanjutnya. Batas antara bulir-bulir 100 dan 101 adalah batas Σ 5 dan ini mungkin yang menjadi alasan kenapa ini tidak mengalami pematahan, retakan kemungkinan mengambil jalur di bawah atau di atas dari permukaan yang diselidiki dimana energi batasnya lebih tinggi dan kembali ke permukaan pada bulir selanjutnya. Batas-batas CSL di luar Σ 13b khususnya tidak didapatkan sebagai tahan retakan, misalnya batas-batas Σ 17a dan Σ 29a teramati batas-batas retakan.
Beberapa tempat retakan lain, termasuk retakan bercabang yang lebih di atas dalam Gambar.5a, telah dipelajari yang mana mendukung pengamatan bahwa batas-batas LAB dan batas-batas khusus CSL, terutama Σ 11 dan Σ 13b dan mungkin Σ 5, adalah tahan retakan, dan penyimpangan dari arah linear ideal dari perambatan retakan terjadi ketika ujung retakan menemui batas-batas bulir misorientasi acak yang besar, yang mana secara umum memiliki energi yang besar.
Peranan tekstur pada studi mikro tekstur IGSCC
Banyak retakan yang teramati berhenti pada daerah-daerah dimana fraksi HAB cukup besar, dan ini akan menjadi menarik untuk mengetahui apakah tekstur kristalografi berperan dalam perhentian retakan tersebut walaupun faktanya bahwa batas-batas bulir sudut besar tersedia untuk perambatan mereka. Dalam Gambar 6. distribusi karakter batas dengan seketika mendahului daerah ujung retakan yang menunjukkan kehadiran yang kuat dari batas-batas acak sudut besar, namun retakan mengalami penghentian. Persimpangan ganda tiga spesifik dimana retakan mengalami penghentian juga telah menunjukkan dua batas acak sudut besar yang tidak retak, seperti yang diperlihatkan secara skematik dalam Gambar 6c.
Gambar 6. Contoh HAB yang mendominasi daerah terhentinya retakan: (a) peta EBSD IQ, (b) GBCD dan (c) skematik dari percabangan ganda tiga yang menunjukkan segmen-segmen retakan dan yang tidak retak.
Pada baja-baja, ODF pada seksi φ2 = 45o menunjukkan komponen-komponen tekstur utama seperti yang ditunjukkan dalam Gambra 7a.
Gambar 7. Seksi φ2 = 45o dari ODF: (a) skematik dari komponen-komponen tekstur utama (b) Sepanjang jalur retakan dan (c) pada daerah yang dengan segera mendahului ujung retakan.
Oleh karena itu, dalam studi ini, ODF dari data scan EBSD telah dihitung pada perpotongan melintang sepanjang jalur retakan dan hanya di luar titik perhentian retakan untuk mengevaluasi peranan tekstur pada SCC. Seperti yang dapat dilihat bahwa memiliki intensitas tertinggi sepanjang jalur perambatan retakan (Gambar 7b) sementara itu mendominasi pada kasus yang terakhir (Gambar 7c). Dalam rangka untuk menguji kebenaran dari pengamatan ini, total 18 retakan dan area-area yang dengan segera mendahului ujung retakan juga diselidiki. Contoh-contoh yang mewakili dari gambar-gambar kutub terbalik, untuk daerah-daerah yang hanya di luar ujung retakan, ditunjukkan dalam Gambar 8 yang mana memperlihatkan tekstur , dan terkadang melebar ke tekstur .
Gambar 8. Contoh-contoh dari gambar kutub terbalik untuk daerah-daerah yang dengan segera mendahului ujung retakan.
Kebalikan dari daerah-daerah terhentinya retakan, daerah-daerah retakan terutama ditunjukkan oleh tekstur , sebagai pembuktian dalam Gambar 9. di mana ditunjukkan dua contoh yang mewakili.
Gambar 9. Contoh-contoh dari gambar kutub terbalik untuk daerah retakan
Oleh karena itu, ini menunjukkan bahwa retakan cenderung untuk mengikuti batas-batas bulir yang berhubungan dengan tekstur bulir-bulir dan mengalami penghentian ketika mereka bertemu batas-batas yang berhubungan dengan tekstur-tekstur bulir atau . Penting untuk disebutkan di sini bahwa daerah-daerah terhentinya retakan dengan fraksi batas yang lebih besar juga menunjukkan tekstur-tekstur dan yang dominan karena batas-batas Σ 11 dan Σ 13b, sebagian besar hadir pada daerah-daerah tersebut, yang secara ideal didefinisikan dengan sumbu rotasi/ sudut misorientasi berturut-turut /50,48o dan /27,8o, fraksi yang mana bisa dinaikkan secara signifikan melalui kehadiran tekstur-tekstur bulir dan .
Studi tekstur mikro melalui ketebalan pipa
Studi tekstur mikro telah dilakukan pada sampel yang tidak mengalami peretakan dari pipa yang sama dengan tujuan untuk menguji lebih lanjut peranan karakter batas bulir dan tekstur kristalografi yang diamati melalui studi tekstur mikro yang dipersembahkan di awal. Distribusi misorientasi batas bulir telah dihitung untuk lapisan-lapisan yang berbeda (bagian RD-TD) sepanjang ketebalan pipa menggunakan ODF yang didapatkan dari pengukuran tekstur sinar-X. Prosedur untuk memperkirakan beberapa distribusi telah dijelaskan oleh Morawiec et al., dan modul perhitungan terdapat dalam software TexTools. Perubahan fraksi batas bulir sudut besar, dalam rentang 25 – 55o, dari permukaan pipa ke arah permukaan yang lebih dalam ditunjukkan dalam Gambar 10.
Gambar 10. Fraksi-fraksi HAB yang melalui ketebalan pipa
Batas-batas CSL adalah juga batas-batas misorientasi bersudut besar yang bisa jatuh dalam rentang yang dipilih tapi fraksi dari batas-batas tersebut (kecuali jenis Σ 3n) didapatkan menjadi sangat rendah dalam sampel ini (maksimum 6% sampai untuk Σ 13b); Oleh karena itu, fraksi yang dilaporkan dari batas-batas bersudut besar bisa dianggap sebagai batas-batas acak bersudut besar.
Jelas dari Gambar 10, bahwa fraksi batas bulir bersudut besar sangat tinggi pada permukaan pipa dan tidak menurun dalam beberapa jalan dari permukaan yang lebih luar ke permukaan yang lebih dalam. Namun, pada sampel ini hanya sedikit korosi lubang yang teramati pada permukaan lapisan dan tak ada retakan yang terdaftar.
Seperti yang disebutkan di awal, banyak retakan yang teramati, dalam spesimen retakan kami telah terhenti walaupun ketika fraksi HAB cukup tinggi, tapi pengamatan yang lebih dekat pada tekstur memperlihatkan bahwa dan telah mendominasi pada daerah-daerah yang dengan seketika mendahului ujung retakan tersebut dengan tanpa melihat distribusinya dari permukaan pipa dan fraksi-fraksi dari batas-batas bersudut besar; sedangkan tekstur mendominasi sepanjang jalur perambatan retakan. Pengamatan tersebut dikonfirmasi lebih lanjut dengan mempelajari tekstur melalui ketebalan dari sampel yang tidak retak dari pipa yang sama yang mana HAB acak mendominasi di seluruh ketebalan, analisis sinar-X tekstur makro telah menunjukkan bahwa tekstur sangatlah lemah (kira-kira 0,5 kali intensitas acak) pada permukaan, namun tekstur memiliki intensitas yang paling tinggi, dan serat seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 11, telah didefinisikan dengan baik.
Gambar 11. ODF pada seksi φ2 = 45o pada 150 μm di bawah permukaan sampel yang tidak retak.
Tidak seperti hasil EBSD ang memperlihatkan tekstur yang sangat lokal, pengukuran tekstur sinar-X telah dilakukan dengan spesimen 2,2 cm x1,38 cm untuk memperlihatkan tekstur mikroskopik. Hal yang untuk dipertimbangkan di sini adalah tekstur dan memiliki intensitas lebih besar, berturut-turut 5 kali dan 3 kali, daripada tekstur dalam sampel yang tak retak. Jika hasil ini ditafsirkan dalam hubungan dengan fakta bahwa sampel ini tidak memiliki retakan walaupun ia telah menemui kondisi perlakuan yang sama dan lama penyebaran yang sama dengan sampel yang retak, kesimpulan bahwa tekstur dan bisa tahan terhadap perambatan retakan tampak dibenarkan.
Kehadiran tekstur yang kuat, maupun tekstur serat , pada daerah ketebalan menengah dari sampel yang tidak retak digambarkan dalam Gambar 12. Walaupun tahan terhadap IGSCC, tekstur dihubungkan dengan kemungkinan peretakan yang lebih besar;
Gambar 12. ODF pada seksi φ2 = 45o pada daerah ketebalan menengah dari sampel yang tidak retak.
Namun, SCC diawali pada permukaan dimana tekstur yang tahan retakan akan mencegah nukleasi dan pertumbuhan retakan, dengan syarat bahwa sampelnya cukup tipis. Oleh karena itu, ini dapat disimpulkan bahwa retakan-retakan bisa dihentikan baik melalui penggabungan fraksi besar LAB dan batas-batas khusus CSL atau melalui penciptaan tekstur-tekstur dan yang menutupi permukaan pipa.
Ketahanan perambatan retakan untuk tekstur-tekstur baja dan
Dalam rangka untuk memahami lebih baik bagaimana tekstur-tekstur dan mencegah perambatan retakan, sumbu-sumbu rotasi dari batas-batas dalam daerah terhentinya retakan telah ditentukan. Energi-energi relatif batas bulir dari baja API X65 tidak diketahui untuk sumbu misorientasi yang berbeda, namun Hayakawa dan Szpunar telah memperkirakan energi-energi tersebut untuk baja Fe-3%Si. Pada baja ini, sumbu-sumbu misorientasi dan (baik untuk jenis-jenis batas miring dan memutar), terutama dihubungkan dengan bulir-bulir dan , memiliki energi batas bulir yang lebih rendah daripada sumbu misorientasi yang dihubungkan dengan tekstur bulir . Ini benar untuk kedua batas-batas bersudut kecil dan besar. Batas-batas bulir dari baja API X65 juga diharapkan menunjukkan hasil yang serupa karena komposisinya juga didominasi oleh Fe (~98% berat).
Perhitungan-perhitungan serupa, walaupun untuk batas-batas bersudut kecil hanya dalam aluminium murni, juga telah diperlihatkan oleh Yang et al.,. Sumbu/distribusi sudut misorientasi pada daerah terhentinya retakan, suatu sampel yang mewakili yang mana ditunjukkan dalam Gambar 13., tentu saja telah menampakkan bahwa sumbu-sumbu rotasi dari batas-batas bulir tersebut terutama adalah dan . Ini lagi-lagi mengindikasikan bahwa batas-batas yang terhubung dengan tekstur bulir-bulir dan lebih disukai untuk menahan perambatan retakan.
Gambar 13.Sumbu/distribusi misorientasi sudut dari batas-batas bulir pada daerah terhentinya retakan
Satu pengecualian untuk dicatat di sini adalah bahwa batas-batas Σ 5 didefinisikan dengan sumbu rotasi/pasangan sudut misorientasi /36,87o. Ini menyarankan bahwa suatu puncak energi mungkin terdapat pada diagram energi batas bulir relatif vs sudut misorientasi pada 36,87o untuk sumbu batas rotasi . Namun, seperti yang disebutkan di awal, fraksi batas-batas Σ 5 tidak cukup besar untuk meyakinkan kekebalannya terhadap IGSCC, dan karenanya kemungkinan konfigurasi energi yang rendah dari batas-batas Σ 5 harus dipertimbangkan hanya sebagai prediksi. Dengan menarik, batas-batas CSL lain yang teramati pada jalur perambatan retakan seperti Σ 17a, Σ 27a harus memiliki sumbu rotasi yang mendukung kebenaran dari energi batas bulir yang diperkirakan dan ini dapat diterapkan pada baja API X65. Seseorang mungkin berargumen bahwa Σ 19 dan Σ 21a juga memiliki sumbu-sumbu rotasi berturut-turut dan , dan oleh karena itu akan memiliki energi yang rendah, dengan demikian mungkin bisa menahan retakan. Tapi batas-batas tersebut tidak teramati pada titik retakan terhenti untuk menandakan kekhususan batas-batas tersebut dalam menyediakan ketahanan terhadap IGSCC, tidak juga teramati sepanjang jalur perambatan retakan.
Anisotropi modulus Young untuk baja-baja , dan
Anisotropi dari perhitungan modulus elastik telah dilakukan untuk baja bertekstur , dan dalam rangka untuk memperkirakan kekerasan relatifnya.
Kristal-kristal kubus memiliki sumbu-sumbu tiga lipatan dan tiga perempat lipatan dari simetri, dan hanya ada tiga konstanta kekakuan elastik yang independen. Tiga koefisien kekakuan elastik independen untuk α-Fe yang dikenal , C11 = 233,1 GPa, C44 = 117,83 GPa dan C12 = 135,44 GPa. Koefisien C dari ODF dan konstanta kekakuan elastik dapat digunakan untuk mendapatkan anisotropik modulus Young untuk material-material yang diberikan, misalnya koefisien-koefisien C dari tekstur yang mendominasi baja dapat didapatkan dari ODFnya; Koefisien-koefisien tersebut bersama dengan tiga koefisien-koefisien kekakuan elastik kemudian bisa digunakan untuk mendapatkan anisotropi modulus Young untuk tekstur baja . Modul perhitungan modulus elastik pada software TexTools telah digunakan untuk melakukan perhitungan.
Ini dibuktikan dari Gambar 14. bahwa modulus elastik lebih besar pada baja bertekstur (maksimum 230 GPa) daripada baja-baja bertekstur dan (maksimum 210 dab 170 GPa). Ini seharusnya membuktikan bahwa baja bertekstur lebih mudah untuk meretak.
Gambar 14. Anisotropi modulus untuk tekstur-tekstur yang mendominasi baja-baja (a) (b) (c)
Kesimpulan
Disamping peranan karakter batas bulir pada IGSCC dari baja pipa saluran, suatu pemahaman baru dari ketahanan peretakan bergantung pada tekstur telah didapatkan, yang mana akan bertindak sebagai panduan untuk menghasilkan baja-baja dengan ketahanan IGSCC yang superior. Kesimpulan-kesimpulan dari studi ini dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Karakter batas bulir memainkan peranan kunci pada IGSCC baja pipa saluran. Batas-batas sudut rendah dan batas-batas khusus CSL (Σ 11, Σ 13b, dan kemungkinan Σ 5) adalah tahan retakan sementara itu batas-batas bulir acak bersudut tinggi rentan terhadap peretakan.
2. Batas-batas CSL di luar jenis Σ 13b tidak ditemukan secara khusus dalam menyediakan ketahanan terhadap perambatan peretakan integranular. Walaupun fraksi-fraksi dari beberapa bulir adalah sangat kecil dalam sampel yang diselidiki, beberapa dari batas-batas tersebut teramati pada jalur retakan dan tidak pada titik terhentinya retakan.
3. Retakan bercabang dan pembelokkan terutama dikendalikan melalui struktur dari batas-batas bulir pada persimpangan dimana penyimpangan tersebut berasal dari jalur awal perambatan retakan yang terjadi.
4. Baik studi tekstur makro- dan mikro- meyakinkan bahwa tekstur kritalografi sangat mempengaruhi IGSCC pada baja pipa saluran. Batas-batas tekstur bulir dan yang dihubungkan dengan sumbu-sumbu rotasi dan , menyediakan ketahanan tinggi terhadap IGSCC sementara itu batas-batas tekstur bulir adalah yang paling rentan.
5. Studi ini mengindikasikan bahwa permulaan dan diikuti perambatan IGSCC mungkin dapat dicegah baik melalui penyediaan suatu fraksi yang besar dari batas-batas sudut kecil dan batas-batas khusus CSL pada permukaan pipa atau melalui modifikasi tekstur permukaan.
Korosi retak tegang intragranular (IGSCC) telah lama menjadi suatu permasalahan yang serius berhubungan dengan pipa saluran industri. Diduga, peristiwa korosi jenis ini berkaitan dengan karakteristik struktur dari bahan pipa. Namun, sampai sekarang pengaruh dari karakteristik struktur yang mempengaruhi proses peretakan masih belum dimengerti secara jelas. Paper ini melaporkan beberapa temuan kunci pada karakter batas bulir dan tekstur kristalografi yang berkaitan dengan ketahanan terhadap IGSCC dari pipa baja API X65.
Mekanisme dari pembentukkan IGSCC pada pipa baja dapat diringkas sebagai berikut: saluran pipa di dalam tanah menggunakan perlindungan katodik untuk mencegah kehilangan logam-logam, tapi sayangnya arus katodik memecah air tanah menjadi ion-ion hidroksil dan dengan demikian menaikkan pH. pH larutan yang tinggi ini bereaksi dengan CO2 dan membentuk larutan kompleks karbonat-bikarbonat. Ketika konsentrasi karbonat larutan cukup tinggi untuk mempasifkan permukaan pipa, terjadilah retakan intergranular melalui mekanisme pelarutan anodik.
Tanpa melihat mekanisme, telah jelas bahwa kerentanan pipa saluran terhadap IGSCC adalah suatu ketergantungan bahan dan lingkungan. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengidentifikasikan struktur-struktur batas bulir yang memfasilitasi atau memberikan ketahanan terhadap peretakan. Namun sayangnya informasi fundamental yang bisa digunakan untuk menghasilkan pipa-pipa saluran baja dengan ketahanan superior terhadap IGSCC masih belum terselidiki.
Telah diterima dengan baik bahwa batas-batas bulir bersudut besar yang acak (HAB) memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sudut yang lebih kecil (LAB) dan batas-batas situs kisi khusus yang bertepatan (CSL), dan menyediakan jalur yang relatif mudah untuk terjadinya perambatan retakan. Berdasarkan studi yang telah dilakukan pada IGSCC dari nikel kemurnian tinggi, nikel austenitik, dan paduan stainless berbasis besi dan interlogam Ni3Al didapatkan bahwa batas-batas Σ1 (LAB) dan Σ3 mempunyai kekebalan terhadap IGSCC. Namun kita harus mengingat kembali bahwa kekebalan dari batas-batas bulir terhadap peretakan sangatlah dipengaruhi oleh pemisahan elemen-elemen pengotor maupun oleh kerasnya lingkungan yang diterima.
Pipa-pipa saluran baja API X65 biasanya digunakan dalam pipa saluran industri, merupakan feritik (mengandung unsur besi). Penelitian yang telah dilakukan oleh Venegas et al., didapatkan bahwa kebanyakan batas-batas Σ CSL rendah hingga Σ 33 tahan terhadap peretakan terinduksi hidrogen (HIC), walaupun yang terutama berperan adalah batas-batas Σ 13b, Σ 11 dan Σ 29a.
Telah diketahui bahwa tekstur memainkan peran kunci dalam jenis-jenis peretakan yang berbeda seperti peretakan lemah, peretakan terinduksi hidrogen (HIC), peretakan deformasi dan lain-lain. Oleh karena itu, akan menjadi menarik untuk mengetahui apakah tekstur kristalografi memiliki pengaruh pada IGSCC yang terjadi pada saluran pipa baja. Dari penelitian terdahulu (Alexandreanu dan Was) telah mempelajari pengaruh orientasi bulir pada IGSCC, tapi kesimpulan dari tekstur pada studi tersebut hanya terbatas pada perkiraan apakah peretakan bulir-bulir termasuk pada bulir-bulir yang memiliki orientasi yang serupa atau tidak, selain itu mereka juga mempelajari itu pada paduan austenitik berbasis nikel (Ni-16Cr-9Fe) yang tidak digunakan dalam pipa saluran industri. Mereka menyimpulkan bahwa batas-batas yang berkaitan dengan bulir-bulir yang memiliki orientasi yang tak sama rentan terhadap peretakan sedangkan yang serupa orientasinya lebih tahan terhadap peretakan. Pendekatan ini sangat terbatas pada nilai praktis karena ini tidak memasukkan aspek energi dari batas-batas yang mana merupakan penggerak utama untuk perambatan peretakan, tidak juga mengidentifikasikan batas-batas yang tahan peretakan yang dapat dihasilkan oleh tekstur-tekstur bulir tertentu.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh King et al., telah ditunjukkan bahwa pada baja tahan karat austenitik disamping LAB dan batas-batas CSL dengan Σ rendah, batas-batas bulir yang berdekatan dengan indeks bidang {h k l} rendah bisa tahan terhadap IGSCC, seperti yang awalnya disarankan oleh Rohrer et al., bahwa beberapa batas mungkin memiliki sifat-sifat khusus. Dari penelitian ini, peneliti lain menyatakan memungkinkan bahwa batas-batas yang berhubungan dengan bulir-bulir dengan orientasi tertentu itu tahan terhadap IGSCC.
Patut untuk disebutkan di sini, karena IGSCC mengikuti jalur batas bulir, maka diperlukan kecenderungan untuk memusatkan pada karakter batas bulir, berdasarkan sudut misorientasi antara bulir-bulir tetangga (LAB dan HAB) dan definisi dari batas-batas CSL. Namun tekstur kristalografi bisa mengendalikan misorientasi bulir, dan oleh karena itu secara tak langsung mengendalikan struktur dan energi dari batas bulir. Untuk energi batas bulir, tidaklah semata-mata bergantung pada misorientasi antar bulir tapi juga dikendalikan oleh sumbu misorientasi dan tekstur. Dengan kata lain, untuk sudut misorientasi yang sama tapi berbeda sumbu rotasi energinya bisa sangat berbeda. Sehingga masih ada harapan bahwa tekstur lokal (orientasi bulir) di sekitar retakan mungkin dapat mempengaruhi perambatan atau penghentian retakan. Maka pada penelitian ini, bertujuan untuk menguji dan mengidentifikasikan peranan dari karakter batas bulir dan tekstur dalam perambatan atau penghentian retakan IGSCC pada pipa saluran baja API X65. Diharapkan, dari pemahaman yang lebih baik dari proses-proses tersebut dapat menjadi kunci dalam meningkatkan dan mengoptimalkan struktur dari pipa saluran baja.
Eksperimen
Bahan
Sampel API X65 diambil dari pipa saluran yang digunakan untuk mengangkut gas alam dari Alberta menuju Kanada Timur dan USA, yang mengandung beberapa retakan IGSCC. Ketabalan dinding dari pipa diperkirakan 1 cm dengan komposisi seperti dalam tabel berikut.
C Mn Si S P Ni Cr Mo Cu V Nb Ti Al Fe
0.07 1.36 0.19 0.002 0.013 0.01 0.2 <0.01 <0.01 <0.01 0.04 <0.01 0.011 sisa Studi mikrostruktur, tekstur mikro- dan meso- Sampel dipotong sepanjang bagian TD-ND seperti ditunjukkan Gambar 1. berikut. Gambar 1.Preparasi sampel untuk studi tekstur makro- dan mikro- (RP; Rolling Plane, RD; Rolling Direction, ND; Normal Direction, dan TD; Transverse Direction) Untuk digunakan dalam mikroskop optik, sampel digerus dengan kertas SiC sampai 1200 butir, kemudian disemir dengan pasta permata 3 dan 1 μm. Sampel dietsa dengan larutan nital 2 % kira-kira selama 40 detik dan diuji dengan Clemex Imaging System. Uji tekstur mikro- dan meso- dilakukan menggunakan Philips XL30 S FEG SEM dilengkapi dengan detektor EBSD dan TSL OIM Analysis Software. Sampel dipreparasi dengan cara penggerusan sampai 1200 butir, kemudian disemir dengan pasta suspensi permata 3 dan 1 μm dan akhirnya disemir kembali dengan slurry koloid silika 0,05 μm selama 6 jam. Studi tekstur makro Pengukuran tekstur makro dilakukan pada lapisan-lapisan yang berbeda sepanjang daerah RD-TD untuk mempelajari ketidak-homogenan tekstur dan distribusi misorientasi batas bulir yang melalui ketebalan. Pengukuran dilakukan menggunakan difraktometer sinar-X Siemens D-500 yang dilengkapi dengan pengukur sudut tekstur. Menggunakan radiasi Mo, gambar kutub {1 1 0}, {2 0 0} dan {2 1 1} yang tak lengkap telah didapatkan dalam rentang kemiringan refleksi sampel 5o sampai 80o. Data eksperimen yang direkam dianalisis menggunakan TextTools Software. Hasil dan diskusi Macam-macam SCC dalam pipa saluran baja Terdapat total 10 retakan dengan 6 di antaranya dengan panjang yang signifikan (>10% dari ketebalan pipa). Retakan-retakan besar tersebut sering bercabang-makro, dibelokkan, atau bercabang dan dibelokkan kemudian digabungkan dengan pembelokkan selanjutnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar.2.
Gambar. 2. Contoh-contoh retakan SCC
(a) bercabang, digabungkan dan kemudian dibelokkan (b) dibelokkan
(ND adalah arah pipa normal dan TD adalah arah melintang pipa)
Seperti yang telah didiskusikan di awal, karena retakan-retakan itu adalah macam-macam intergranular, maka diharapkan bahwa jalur perambatan retakan sangat bergantung pada karakteristik batas bulir yang berhubungan.
Distribusi karakter batas bulir
Empat daerah telah dipilih mulai dari tepi yang lebih luar sampai ke tengah dari ketabalan pipa. Didapatkan bahwa sejumlah batas bulir sudut besar terdapat lebih banyak pada tepi yang lebih luar kemudian berkurang secara bertahap seiring arah yang lebih dalam dari ketebalan pipa, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar.3.
Gambar.3. (a) diagram batang yang menunjukkan distribusi karakter batas bulir dari pipa dari tepi yang lebih luar ke arah ketebalan menengah (b) posisi dari ketebalan pipa yang diukur (1, 2, 3 dan 4 adalah 250 μm, 1,1 mm, 1,5 mm dan 2 mm dari permukaan pipa yang lebih luar).
Seperti dapat dilihat dengan menurunnya jumlah HAB, sejumlah batas-batas CSL mengalami peningkatan secara bertahap dari permukaan yang lebih luar ke arah tengah-tengah ketebalan pipa. Batas-batas CSL yang teramati dalam daerah tepi retakan adalah terutama Σ 3, Σ 11 dan Σ 13b seperti yang ditunjukkan dalam Gambar.4.
Gambar.4. Contoh-contoh distribusi batas CSL dalam daerah tepi retakan
Kecuali Σ 11 dan Σ 13b, tidak terdapat batas-batas Σ 3n pada titik spesifik perhentian retakan. Batas-batas Σ 3n dalam baja-baja karbon feritik rendah adalah tekstur utama yang terinduksi batas-batas bulir energi tinggi yang tak koheren karena benar-benar ganda/kelipatan ganda, secara umum tidak terjadi pada baja-baja tersebut, dan oleh karena itu tidak dapat dianggap sebagai batas-batas khusus yang tahan peretakan. Satu hal penting di sini adalah bahwa ada hubungan yang tak langsung dari energi batas bulir dengan nilai Σ dan oleh karena itu, ini tidak dapat dikatakan bahwa batas-batas CSL lain yang memiliki nilai Σ kurang dari 13b memiliki energi yang lebih rendah dan secara otomatis memenuhi persyaratan untuk dimasukkan ke dalam kategori khusus. Fraksi batas Σ 5, Σ 7 dan Σ 13a dalam sampel baja sangatlah kecil untuk secara positif disimpulkan memiliki kemampuan kerentanan terhadap peretakan. Namun demikian, disamping kekebalan dari batas-batas Σ 11 dan Σ 13b, batas-batas Σ 5 telah menampakkan ketahanan peretakan yang sama baik. Sayangnya, batas-batas Σ 7 dan Σ 13a tidak teramati pada persimpangan spesifik ganda tiga dimana retakan ditemukan mengalami perhentian, tidak juga hadir sepanjang jalur-jalur retakan, dan dengan demikian kekhususannya dalam menyediakan ketahanan terhadap IGSCC tidak bisa dipastikan.
Perambatan, percabangan dan pembelokkan retakan – analisis lokal
Bulir-bulir penting yang terdapat dalam peta EBSD IQ (Gambar.5a) adalah bulir-bulir yang mempunyai misorientasi antara bulir-bulir sebelahnya. Beberapa persimpangan ganda tiga, untuk visualisasi yang lebih baik, juga ditampilkan secara skematik dalam Gambar.5b.
Gambar.5. Analisis karakter batas bulir untuk perambatan, percabangan dan pembelokkan retakan: (a) Peta EBSD IQ, (b) Analisis lokal (diambil dari gambar (a): R → HAB dan L → LAB)
Retakan telah bercabangn menjadi dua ketika telah mendekati bulir-bulir 7 dan 8. Didapatkan bahwa misorientasi antara bulir-bulir 7 dan 13, dan 7 dan 10 berturut-turut adalah 56,3o dan 41,2o, keduanya masuk ke dalam klasifikasi HAB (θ > 15o), keduanya juga bukan batas-batas khusus CSL. Oleh karena itu keduanya bisa diidentifikasikan sebagai batas-batas bulir energi tinggi yang menyediakan jalur perambatan retakan yang mudah, dan ini mungkin menjadi alasan kenapa retakan awal bercabang menjadi dua segmen. Retakan bercabang yang lebih rendah (lihat Gambar.5a) mengalami pembelokkan pada sudut hampir 45o, ditunjukkan dalam lingkaran, ketika ia telah mencapai bulir 30. Perhitungan misorientasi antara bulir-bulir 30 dan 31, dan 31 dan 32 telah mengungkapkan bahwa yang terakhir adalah batas dengan sudut rendah (θ = 12,3o) sedangkan misorientasi dari yang terdahulu adalah 36,1o yang mana adalah suatu HAB. Kemungkinan ini adalah alasan retakan mengambil jalur pembelokkan tajam walaupun batas antara bulir 31 dan 32 sangat mudah diorientasikan. Perubahan arah yang tajam kembali ditemui ketika retakan sampai pada persimpangan ganda tiga yang mengandung bulir-bulir 36, 37 dan 38. Diharapkan bahwa retakan akan melalui batas antara bulir 37 dan 38, tapi sebagai gantinya retakan memilih untuk patah hanya pada batas antara 36 dan 38 yang mana terorientasi yang tidak disukai dengan mengacu pada sumbu tegangan. Analisis CSL telah menampakkan bahwa batas Σ 11 secara jelas memiliki energi yang jauh lebih rendah daripada batas-batas acak bersudut besar, oleh karena itu tahan terhadap peretakan. Ketika retakan telah mencapai persimpangan ganda tiga yang dihubungkan dengan bulir-bulir 39, 40 dan 41, ia tampak melompati melewati batas-batas antara 39 dan 40 tanpa meretakkannya. Batas antara bulir-bulir 39 dan 40 adalah LAB (θ = 9o) tapi satu antara 40 dan 41 adalah HAB (θ = 43o) dan juga teroritentasi dengan baik. Berdasarkan pengertian konvensional dari karakteristik batas bulir ini tidak cukup jelas; namun, analisis tekstur telah menunjukkan bahwa bulir-bulir tersebut memiliki orientasi yang dekat terhadap bidang putar (RP) {1 1 0} dengan sumbu batas rotasi yang mungkin memainkan peran dalam menahan perambatan retakan sepanjang jalur. Retakan yang dibelokkan dilanjutkan dalam arah yang sama seperti batas-batas Σ 11 dan batas-batas khusus Σ 13b yang diorientasikan dengan baik, seperti yang diindikasikan dengan panah dalam Gambar.5a. Tidak ada retakan yang teramati antara bulir-bulir 100 dan 101 tapi ini kembali muncul dalam bulir selanjutnya. Batas antara bulir-bulir 100 dan 101 adalah batas Σ 5 dan ini mungkin yang menjadi alasan kenapa ini tidak mengalami pematahan, retakan kemungkinan mengambil jalur di bawah atau di atas dari permukaan yang diselidiki dimana energi batasnya lebih tinggi dan kembali ke permukaan pada bulir selanjutnya. Batas-batas CSL di luar Σ 13b khususnya tidak didapatkan sebagai tahan retakan, misalnya batas-batas Σ 17a dan Σ 29a teramati batas-batas retakan.
Beberapa tempat retakan lain, termasuk retakan bercabang yang lebih di atas dalam Gambar.5a, telah dipelajari yang mana mendukung pengamatan bahwa batas-batas LAB dan batas-batas khusus CSL, terutama Σ 11 dan Σ 13b dan mungkin Σ 5, adalah tahan retakan, dan penyimpangan dari arah linear ideal dari perambatan retakan terjadi ketika ujung retakan menemui batas-batas bulir misorientasi acak yang besar, yang mana secara umum memiliki energi yang besar.
Peranan tekstur pada studi mikro tekstur IGSCC
Banyak retakan yang teramati berhenti pada daerah-daerah dimana fraksi HAB cukup besar, dan ini akan menjadi menarik untuk mengetahui apakah tekstur kristalografi berperan dalam perhentian retakan tersebut walaupun faktanya bahwa batas-batas bulir sudut besar tersedia untuk perambatan mereka. Dalam Gambar 6. distribusi karakter batas dengan seketika mendahului daerah ujung retakan yang menunjukkan kehadiran yang kuat dari batas-batas acak sudut besar, namun retakan mengalami penghentian. Persimpangan ganda tiga spesifik dimana retakan mengalami penghentian juga telah menunjukkan dua batas acak sudut besar yang tidak retak, seperti yang diperlihatkan secara skematik dalam Gambar 6c.
Gambar 6. Contoh HAB yang mendominasi daerah terhentinya retakan: (a) peta EBSD IQ, (b) GBCD dan (c) skematik dari percabangan ganda tiga yang menunjukkan segmen-segmen retakan dan yang tidak retak.
Pada baja-baja, ODF pada seksi φ2 = 45o menunjukkan komponen-komponen tekstur utama seperti yang ditunjukkan dalam Gambra 7a.
Gambar 7. Seksi φ2 = 45o dari ODF: (a) skematik dari komponen-komponen tekstur utama (b) Sepanjang jalur retakan dan (c) pada daerah yang dengan segera mendahului ujung retakan.
Oleh karena itu, dalam studi ini, ODF dari data scan EBSD telah dihitung pada perpotongan melintang sepanjang jalur retakan dan hanya di luar titik perhentian retakan untuk mengevaluasi peranan tekstur pada SCC. Seperti yang dapat dilihat bahwa memiliki intensitas tertinggi sepanjang jalur perambatan retakan (Gambar 7b) sementara itu mendominasi pada kasus yang terakhir (Gambar 7c). Dalam rangka untuk menguji kebenaran dari pengamatan ini, total 18 retakan dan area-area yang dengan segera mendahului ujung retakan juga diselidiki. Contoh-contoh yang mewakili dari gambar-gambar kutub terbalik, untuk daerah-daerah yang hanya di luar ujung retakan, ditunjukkan dalam Gambar 8 yang mana memperlihatkan tekstur , dan terkadang melebar ke tekstur .
Gambar 8. Contoh-contoh dari gambar kutub terbalik untuk daerah-daerah yang dengan segera mendahului ujung retakan.
Kebalikan dari daerah-daerah terhentinya retakan, daerah-daerah retakan terutama ditunjukkan oleh tekstur , sebagai pembuktian dalam Gambar 9. di mana ditunjukkan dua contoh yang mewakili.
Gambar 9. Contoh-contoh dari gambar kutub terbalik untuk daerah retakan
Oleh karena itu, ini menunjukkan bahwa retakan cenderung untuk mengikuti batas-batas bulir yang berhubungan dengan tekstur bulir-bulir dan mengalami penghentian ketika mereka bertemu batas-batas yang berhubungan dengan tekstur-tekstur bulir atau . Penting untuk disebutkan di sini bahwa daerah-daerah terhentinya retakan dengan fraksi batas yang lebih besar juga menunjukkan tekstur-tekstur dan yang dominan karena batas-batas Σ 11 dan Σ 13b, sebagian besar hadir pada daerah-daerah tersebut, yang secara ideal didefinisikan dengan sumbu rotasi/ sudut misorientasi berturut-turut /50,48o dan /27,8o, fraksi yang mana bisa dinaikkan secara signifikan melalui kehadiran tekstur-tekstur bulir dan .
Studi tekstur mikro melalui ketebalan pipa
Studi tekstur mikro telah dilakukan pada sampel yang tidak mengalami peretakan dari pipa yang sama dengan tujuan untuk menguji lebih lanjut peranan karakter batas bulir dan tekstur kristalografi yang diamati melalui studi tekstur mikro yang dipersembahkan di awal. Distribusi misorientasi batas bulir telah dihitung untuk lapisan-lapisan yang berbeda (bagian RD-TD) sepanjang ketebalan pipa menggunakan ODF yang didapatkan dari pengukuran tekstur sinar-X. Prosedur untuk memperkirakan beberapa distribusi telah dijelaskan oleh Morawiec et al., dan modul perhitungan terdapat dalam software TexTools. Perubahan fraksi batas bulir sudut besar, dalam rentang 25 – 55o, dari permukaan pipa ke arah permukaan yang lebih dalam ditunjukkan dalam Gambar 10.
Gambar 10. Fraksi-fraksi HAB yang melalui ketebalan pipa
Batas-batas CSL adalah juga batas-batas misorientasi bersudut besar yang bisa jatuh dalam rentang yang dipilih tapi fraksi dari batas-batas tersebut (kecuali jenis Σ 3n) didapatkan menjadi sangat rendah dalam sampel ini (maksimum 6% sampai untuk Σ 13b); Oleh karena itu, fraksi yang dilaporkan dari batas-batas bersudut besar bisa dianggap sebagai batas-batas acak bersudut besar.
Jelas dari Gambar 10, bahwa fraksi batas bulir bersudut besar sangat tinggi pada permukaan pipa dan tidak menurun dalam beberapa jalan dari permukaan yang lebih luar ke permukaan yang lebih dalam. Namun, pada sampel ini hanya sedikit korosi lubang yang teramati pada permukaan lapisan dan tak ada retakan yang terdaftar.
Seperti yang disebutkan di awal, banyak retakan yang teramati, dalam spesimen retakan kami telah terhenti walaupun ketika fraksi HAB cukup tinggi, tapi pengamatan yang lebih dekat pada tekstur memperlihatkan bahwa dan telah mendominasi pada daerah-daerah yang dengan seketika mendahului ujung retakan tersebut dengan tanpa melihat distribusinya dari permukaan pipa dan fraksi-fraksi dari batas-batas bersudut besar; sedangkan tekstur mendominasi sepanjang jalur perambatan retakan. Pengamatan tersebut dikonfirmasi lebih lanjut dengan mempelajari tekstur melalui ketebalan dari sampel yang tidak retak dari pipa yang sama yang mana HAB acak mendominasi di seluruh ketebalan, analisis sinar-X tekstur makro telah menunjukkan bahwa tekstur sangatlah lemah (kira-kira 0,5 kali intensitas acak) pada permukaan, namun tekstur memiliki intensitas yang paling tinggi, dan serat seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 11, telah didefinisikan dengan baik.
Gambar 11. ODF pada seksi φ2 = 45o pada 150 μm di bawah permukaan sampel yang tidak retak.
Tidak seperti hasil EBSD ang memperlihatkan tekstur yang sangat lokal, pengukuran tekstur sinar-X telah dilakukan dengan spesimen 2,2 cm x1,38 cm untuk memperlihatkan tekstur mikroskopik. Hal yang untuk dipertimbangkan di sini adalah tekstur dan memiliki intensitas lebih besar, berturut-turut 5 kali dan 3 kali, daripada tekstur dalam sampel yang tak retak. Jika hasil ini ditafsirkan dalam hubungan dengan fakta bahwa sampel ini tidak memiliki retakan walaupun ia telah menemui kondisi perlakuan yang sama dan lama penyebaran yang sama dengan sampel yang retak, kesimpulan bahwa tekstur dan bisa tahan terhadap perambatan retakan tampak dibenarkan.
Kehadiran tekstur yang kuat, maupun tekstur serat , pada daerah ketebalan menengah dari sampel yang tidak retak digambarkan dalam Gambar 12. Walaupun tahan terhadap IGSCC, tekstur dihubungkan dengan kemungkinan peretakan yang lebih besar;
Gambar 12. ODF pada seksi φ2 = 45o pada daerah ketebalan menengah dari sampel yang tidak retak.
Namun, SCC diawali pada permukaan dimana tekstur yang tahan retakan akan mencegah nukleasi dan pertumbuhan retakan, dengan syarat bahwa sampelnya cukup tipis. Oleh karena itu, ini dapat disimpulkan bahwa retakan-retakan bisa dihentikan baik melalui penggabungan fraksi besar LAB dan batas-batas khusus CSL atau melalui penciptaan tekstur-tekstur dan yang menutupi permukaan pipa.
Ketahanan perambatan retakan untuk tekstur-tekstur baja dan
Dalam rangka untuk memahami lebih baik bagaimana tekstur-tekstur dan mencegah perambatan retakan, sumbu-sumbu rotasi dari batas-batas dalam daerah terhentinya retakan telah ditentukan. Energi-energi relatif batas bulir dari baja API X65 tidak diketahui untuk sumbu misorientasi yang berbeda, namun Hayakawa dan Szpunar telah memperkirakan energi-energi tersebut untuk baja Fe-3%Si. Pada baja ini, sumbu-sumbu misorientasi dan (baik untuk jenis-jenis batas miring dan memutar), terutama dihubungkan dengan bulir-bulir dan , memiliki energi batas bulir yang lebih rendah daripada sumbu misorientasi yang dihubungkan dengan tekstur bulir . Ini benar untuk kedua batas-batas bersudut kecil dan besar. Batas-batas bulir dari baja API X65 juga diharapkan menunjukkan hasil yang serupa karena komposisinya juga didominasi oleh Fe (~98% berat).
Perhitungan-perhitungan serupa, walaupun untuk batas-batas bersudut kecil hanya dalam aluminium murni, juga telah diperlihatkan oleh Yang et al.,. Sumbu/distribusi sudut misorientasi pada daerah terhentinya retakan, suatu sampel yang mewakili yang mana ditunjukkan dalam Gambar 13., tentu saja telah menampakkan bahwa sumbu-sumbu rotasi dari batas-batas bulir tersebut terutama adalah dan . Ini lagi-lagi mengindikasikan bahwa batas-batas yang terhubung dengan tekstur bulir-bulir dan lebih disukai untuk menahan perambatan retakan.
Gambar 13.Sumbu/distribusi misorientasi sudut dari batas-batas bulir pada daerah terhentinya retakan
Satu pengecualian untuk dicatat di sini adalah bahwa batas-batas Σ 5 didefinisikan dengan sumbu rotasi/pasangan sudut misorientasi /36,87o. Ini menyarankan bahwa suatu puncak energi mungkin terdapat pada diagram energi batas bulir relatif vs sudut misorientasi pada 36,87o untuk sumbu batas rotasi . Namun, seperti yang disebutkan di awal, fraksi batas-batas Σ 5 tidak cukup besar untuk meyakinkan kekebalannya terhadap IGSCC, dan karenanya kemungkinan konfigurasi energi yang rendah dari batas-batas Σ 5 harus dipertimbangkan hanya sebagai prediksi. Dengan menarik, batas-batas CSL lain yang teramati pada jalur perambatan retakan seperti Σ 17a, Σ 27a harus memiliki sumbu rotasi yang mendukung kebenaran dari energi batas bulir yang diperkirakan dan ini dapat diterapkan pada baja API X65. Seseorang mungkin berargumen bahwa Σ 19 dan Σ 21a juga memiliki sumbu-sumbu rotasi berturut-turut dan , dan oleh karena itu akan memiliki energi yang rendah, dengan demikian mungkin bisa menahan retakan. Tapi batas-batas tersebut tidak teramati pada titik retakan terhenti untuk menandakan kekhususan batas-batas tersebut dalam menyediakan ketahanan terhadap IGSCC, tidak juga teramati sepanjang jalur perambatan retakan.
Anisotropi modulus Young untuk baja-baja , dan
Anisotropi dari perhitungan modulus elastik telah dilakukan untuk baja bertekstur , dan dalam rangka untuk memperkirakan kekerasan relatifnya.
Kristal-kristal kubus memiliki sumbu-sumbu tiga lipatan dan tiga perempat lipatan dari simetri, dan hanya ada tiga konstanta kekakuan elastik yang independen. Tiga koefisien kekakuan elastik independen untuk α-Fe yang dikenal , C11 = 233,1 GPa, C44 = 117,83 GPa dan C12 = 135,44 GPa. Koefisien C dari ODF dan konstanta kekakuan elastik dapat digunakan untuk mendapatkan anisotropik modulus Young untuk material-material yang diberikan, misalnya koefisien-koefisien C dari tekstur yang mendominasi baja dapat didapatkan dari ODFnya; Koefisien-koefisien tersebut bersama dengan tiga koefisien-koefisien kekakuan elastik kemudian bisa digunakan untuk mendapatkan anisotropi modulus Young untuk tekstur baja . Modul perhitungan modulus elastik pada software TexTools telah digunakan untuk melakukan perhitungan.
Ini dibuktikan dari Gambar 14. bahwa modulus elastik lebih besar pada baja bertekstur (maksimum 230 GPa) daripada baja-baja bertekstur dan (maksimum 210 dab 170 GPa). Ini seharusnya membuktikan bahwa baja bertekstur lebih mudah untuk meretak.
Gambar 14. Anisotropi modulus untuk tekstur-tekstur yang mendominasi baja-baja (a) (b) (c)
Kesimpulan
Disamping peranan karakter batas bulir pada IGSCC dari baja pipa saluran, suatu pemahaman baru dari ketahanan peretakan bergantung pada tekstur telah didapatkan, yang mana akan bertindak sebagai panduan untuk menghasilkan baja-baja dengan ketahanan IGSCC yang superior. Kesimpulan-kesimpulan dari studi ini dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Karakter batas bulir memainkan peranan kunci pada IGSCC baja pipa saluran. Batas-batas sudut rendah dan batas-batas khusus CSL (Σ 11, Σ 13b, dan kemungkinan Σ 5) adalah tahan retakan sementara itu batas-batas bulir acak bersudut tinggi rentan terhadap peretakan.
2. Batas-batas CSL di luar jenis Σ 13b tidak ditemukan secara khusus dalam menyediakan ketahanan terhadap perambatan peretakan integranular. Walaupun fraksi-fraksi dari beberapa bulir adalah sangat kecil dalam sampel yang diselidiki, beberapa dari batas-batas tersebut teramati pada jalur retakan dan tidak pada titik terhentinya retakan.
3. Retakan bercabang dan pembelokkan terutama dikendalikan melalui struktur dari batas-batas bulir pada persimpangan dimana penyimpangan tersebut berasal dari jalur awal perambatan retakan yang terjadi.
4. Baik studi tekstur makro- dan mikro- meyakinkan bahwa tekstur kritalografi sangat mempengaruhi IGSCC pada baja pipa saluran. Batas-batas tekstur bulir dan yang dihubungkan dengan sumbu-sumbu rotasi dan , menyediakan ketahanan tinggi terhadap IGSCC sementara itu batas-batas tekstur bulir adalah yang paling rentan.
5. Studi ini mengindikasikan bahwa permulaan dan diikuti perambatan IGSCC mungkin dapat dicegah baik melalui penyediaan suatu fraksi yang besar dari batas-batas sudut kecil dan batas-batas khusus CSL pada permukaan pipa atau melalui modifikasi tekstur permukaan.
Senin, 28 Juni 2010
Silika Sekam Padi
Sekam padi merupakan residu pertanian dengan jumlah melimpah di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Lampung pada khususnya. Data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik Lampung (2004) menunjukkan bahwa di daerah ini terdapat lahan pertanian padi seluas 476.436 ha, dengan produksi padi mencapai 1.797.623 ton per tahun. Dari produksi tersebut diperkirakan dihasilkan sekam sekitar 360.000 ton, yakni sekitar 20% dari berat padi yang dihasilkan. Dengan demikian, pemaanfaatan silika adi merupakan kontribusi penting bagi pembangunan nasional, khususnya sektor pertanian padi. Faktor pendukung lainnya adalah bahwa silika sekam padi juga diketahui mempunyai sifat yang sangat homogen dan karakteristik fasanya dapat diatur dengan suhu sintering untuk mendapatkan fasa amorf, kristobalit, dan tridimit (Shinohara and Kohyama, 2004). Silika sekam padi juga mempunyai reaktifitas yang memungkinkannya untuk difungsionalisasi dengan senyawaan silan untuk mendapatkan material turunan dengan sifat yang khas, misalnya sebagai penukar ion (Ginting, 2006).
Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi, yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20 % dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1986). Nilai paling umum kandungan silika dari abu sekam adalah 94 - 96 % dan apabila nilainya mendekati atau di bawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi dengan zat lain yang kandungan silikanya rendah. Silika yang terdapat dalam sekam ada dalam bentuk amorf terhidrat (Houston, 1972). Tapi jika pembakaran dilakukan secara terusmenerus pada suhu di atas 650oC akan menaikkan kristalinitasnya dan akhirnya akan terbentuk fasa kristobalit dan tridimit dari silica sekam (Hara,1986).
Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas mulai bidang elektronik, mekanik, medis, seni hingga bidang-bidang lainnya. Salah satu pemanfaatan serbuk silika yang cukup luas adalah sebagai penyerap kadar air di udara sehingga memperpanjang masa simpan bahan dan sebagai bahan campuran untuk membuat keramik seni. Sedangkan silika amorf terbentuk ketika silikon teroksidasi secara termal. Silika amorf terdapat dalam beberapa bentuk yang tersusun dari partikel-partikel kecil yang kemungkinan ikut tergabung. Biasanya silika amorf mempunyai kerapatan 2,21 g/cm3 (Harsono, 2002)
Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi, yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20 % dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1986). Nilai paling umum kandungan silika dari abu sekam adalah 94 - 96 % dan apabila nilainya mendekati atau di bawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi dengan zat lain yang kandungan silikanya rendah. Silika yang terdapat dalam sekam ada dalam bentuk amorf terhidrat (Houston, 1972). Tapi jika pembakaran dilakukan secara terusmenerus pada suhu di atas 650oC akan menaikkan kristalinitasnya dan akhirnya akan terbentuk fasa kristobalit dan tridimit dari silica sekam (Hara,1986).
Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas mulai bidang elektronik, mekanik, medis, seni hingga bidang-bidang lainnya. Salah satu pemanfaatan serbuk silika yang cukup luas adalah sebagai penyerap kadar air di udara sehingga memperpanjang masa simpan bahan dan sebagai bahan campuran untuk membuat keramik seni. Sedangkan silika amorf terbentuk ketika silikon teroksidasi secara termal. Silika amorf terdapat dalam beberapa bentuk yang tersusun dari partikel-partikel kecil yang kemungkinan ikut tergabung. Biasanya silika amorf mempunyai kerapatan 2,21 g/cm3 (Harsono, 2002)
Rabu, 23 Juni 2010
Sekuensing
Dalam genetika dan biokimia, sekuensing berarti penentuan struktur primer (atau sekuens primer) rantai biopolimer tak bercabang. Sekuensing menghasilkan penggambaran linear simbolik yang disebut sekuens yang meringkas sebagian besar struktur tingkat atom atas molekul yang di-sekuensing. Sebagai contoh, sekuensing DNA akan menghasilkan sekuens DNA yang digambarkan sebagai untaian abjad lambang nukleotida-nukleotida penyusun DNA, yaitu "A" (nukleotida berbasa adenin), "T" (nukleotida berbasa timin), "G" (nukleotida berbasa guanin), dan "C" (nukleotida berbasa sitosin).
1. Sekuensing DNA dan RNA
Sekuensing asam nukleat adalah proses penentuan urutan nukleotida pada suatu fragmen DNA atau RNA. Penentuan sekuens RNA biasanya dilakukan dengan melakukan sekuensing terhadap DNA cetakannya. Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger dan rekan-rekannya. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.
Sekuensing DNA
Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger dan rekan-rekannya. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.
Metode Sanger
Pada metode terminasi rantai (metode Sanger), perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut primer yang komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. Primer tersebut diperpanjang menggunakan DNA polimerase, enzim yang mereplikasi DNA. Bersama dengan primer dan DNA polimerase, diikutsertakan pula empat jenis basa deoksinukleotida (satuan pembentuk DNA), juga nukleotida pemutus atau penghenti rantai (terminator rantai) dalam konsentrasi rendah (biasanya di-deoksinukleotida). Penggabungan nukleotida pemutus rantai tersebut secara terbatas kepada rantai DNA oleh polimerase DNA menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang berhenti bertumbuh hanya pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA tersebut lalu dipisahkan menurut ukurannya dengan elektroforesis gel poliakrilamida, atau sekarang semakin lazim dengan elektroforesis menggunakan tabung gelas berjari-jari kecil (pipa kapiler) yang diisi dengan polimer kental.
Seiring dengan perkembangannya, kini terdapat beberapa macam metode sekuensing terminasi rantai yang berbeda satu sama lain terutama dalam hal pendeteksian fragmen DNA hasil reaksi sekuensing.
Metode Sanger asli
Pada metode yang asli, urutan nukleotida DNA tertentu dapat disimpulkan dengan membuat secara paralel empat reaksi perpanjangan rantai menggunakan salah satu dari empat jenis basa pemutus rantai pada masing-masing reaksi. Fragmen-fragmen DNA yang kemudian terbentuk dideteksi dengan menandai (labelling) primer yang digunakan dengan fosfor radioaktif sebelum reaksi sekuensing dilangsungkan. Keempat hasil reaksi tersebut kemudian dielektroforesis pada empat lajur yang saling bersebelahan pada gel poliakrilamida. Hasil pengembangan metode ini menggunakan empat macam primer yang ditandai dengan pewarna berpendar (fluorescent dye). Hal ini memiliki kelebihan karena tidak menggunakan bahan radioaktif; selain menambah keamanan dan kecepatan, keempat hasil reaksi dapat dicampur dan dielektroforesis pada satu lajur pada gel. Metode ini dikenal sebagai metode dye primer sequencing.
Cara lain pelabelan primer adalah dengan melabel pemutus rantainya, lazim disebut metode sekuensing dye terminator. Keunggulan cara ini adalah bahwa seluruh proses sekuensing dapat dilakukan dalam satu reaksi, dibandingkan dengan empat reaksi terpisah yang diperlukan pada penggunaan primer berlabel. Pada cara tersebut, masing-masing dideoksinukleotida pemutus rantai ditandai dengan pewarna fluoresens, yang berpendar pada panjang gelombang yang berbeda-beda. Cara ini lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan penggunaan primer berwarna, namun dapat menimbulkan ketidaksamaan tinggi kurva atau puncak (peak) yang disebabkan oleh ketidaksamaan penggabungan pemutus rantai berwarna berukuran besar pada pertumbuhan DNA (ketidaksamaan tersebut bergantung pada DNA cetakan). Masalah tersebut telah dapat dikurangi secara nyata dengan penggunaan macam-macam enzim dan pewarna baru yang meminimalkan perbedaan dalam penggabungan.
Metode ini kini digunakan pada sebagian besar usaha reaksi sekuensing karena lebih sederhana dan lebih murah. Primer-primer yang digunakan tidak perlu dilabel secara terpisah (yang bisa jadi cukup mahal untuk primer yang dibuat untuk sekali pakai), walaupun hal tersebut tidak terlalu bermasalah dalam penggunaan universal primer.
Automatisasi dan penyiapan sampel
Mesin sekuensing DNA automatis modern mampu mengurutkan 384 sampel berlabel fluoresens sekaligus dalam sekali batch (elektroforesis) yang dapat dilakukan sampai 24 kali sehari. Hal tersebut hanya mencakup proses pemisahan dan proses pembacaan kurva; reaksi sekuensing, pembersihan, dan pelarutan ulang dalam larutan penyangga yang sesuai harus dilakukan secara terpisah.
Untuk memperoleh hasil reaksi berlabel yang dapat dideteksi dari DNA cetakan, metode "sekuensing daur" (cycle sequencing) paling lazim dilakukan. Dalam metode ini dilakukan berturut-turut penempelan primer (primer annealing), ekstensi oleh polimerase DNA, dan denaturasi (peleburan atau melting) untai-untai DNA cetakan secara berulang-ulang (25–40 putaran). Kelebihan utama sekuensing daur adalah lebih efisiennya penggunaan pereaksi sekuensing yang mahal (BigDye) dan mampunya mengurutkan templat dengan struktur sekunder tertentu seperti hairpin loop atau daerah kaya-GC. Setiap tahap pada sekuensing daur ditempuh dengan mengubah temperatur reaksi menggunakan mesin pendaur panas (thermal cycler) PCR. Cara tersebut didasarkan pada fakta bahwa dua untai DNA yang komplementer akan saling menempel (berhibridisasi) pada temperatur rendah dan berpisah (terdenaturasi) pada temperatur tinggi. Hal penting lain yang memungkinkan cara tersebut adalah penggunaan enzim DNA polimerase dari organisme termofilik (organisme yang hidup di lingkungan bertemperatur tinggi), yang tidak mudah terurai pada temperatur tinggi yang digunakan pada cara tersebut (>95°C).
Metode Maxam-Gilbert
Pada waktu yang kira-kira hampir bersamaan dengan dikenalkannya metode sekuensing Sanger, Maxam dan Gilbert mengembangkan metode sekuensing DNA yang didasarkan pada modifikasi kimiawi DNA yang dilanjutkan dengan pemotongan DNA [2]. Metode ini mulanya cukup populer karena dapat langsung menggunakan DNA hasil pemurnian, sedangkan metode Sanger pada waktu itu memerlukan kloning untuk membentuk DNA untai tunggal. Seiring dengan dikembangkannya metode terminasi rantai, metode sekuensing Maxam-Gilbert menjadi tidak populer karena kerumitan teknisnya, digunakannya bahan kimia berbahaya, dan kesulitan dalam scale-up.
Sekuensing DNA skala besar
Metode sekuensing DNA yang kini ada hanya dapat merunut sepotong pendek DNA sekaligus. Contohnya, mesin sekuensing modern yang menggunakan metode Sanger hanya dapat mencakup paling banyak sekitar 1000 pasang basa setiap sekuensing. Keterbatasan ini disebabkan oleh probabilitas terminasi rantai yang menurun secara geometris seiring dengan bertambahnya panjang rantai, selain keterbatasan fisik ukuran dan resolusi gel.
Sekuens DNA dengan ukuran jauh lebih besar kerap kali dibutuhkan. Sebagai contoh, genom bakteri sederhana dapat mengandung jutaan pasang basa, sedangkan genom manusia terdiri atas lebih dari 3 milyar pasang basa. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk sekuensing DNA skala besar, termasuk strategi primer walking dan shotgun sequencing. Kedua strategi tersebut melibatkan pembacaan banyak bagian DNA dengan metode Sanger dan selanjutnya menyusun hasil pembacaan tersebut menjadi sekuens yang runut. Masing-masing strategi memiliki kelemahan sendiri dalam hal kecepatan dan ketepatan; sebagai contoh, metode shotgun sequencing merupakan metode yang paling praktis untuk sekuensing genom ukuran besar, namun proses penyusunannya rumit dan rentan kesalahan.
Data sekuens bermutu tinggi lebih mudah didapatkan bila DNA bersangkutan dimurnikan dari pencemar yang mungkin terdapat pada sampel dan diamplifikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan metode reaksi berantai polimerase bila primer yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh daerah yang diinginkan cukup praktis dibuat. Cara lainnya adalah dengan kloning DNA sampel menggunakan vektor bakteri, yaitu memanfaatkan bakteri untuk "menumbuhkan" salinan DNA yang diinginkan sebanyak beberapa ribu pasang basa sekaligus. Biasanya proyek-proyek sekuensing DNA skala besar memiliki persediaan pustaka hasil kloning semacam itu.
Sekuensing RNA
RNA lebih tidak stabil daripada DNA di dalam sel dan lebih rentan terhadap penguraian oleh enzim nuklease secara laboratorium. Seperti yang telah disebutkan di atas, kadang kala sekuensing RNA diperlukan walaupun informasi yang dikandung RNA sudah terdapat di dalam DNA, khususnya pada eukaryota. Dalam sekuensing RNA, metode yang umum digunakan adalah mula-mula membentuk fragmen DNA dari RNA tersebut dengan enzim transkriptase balik. Misalnya, DNA dapat disintesis dari cetakan mRNA dan disebut sebagai DNA komplementer (cDNA). Fragmen DNA tersebut kemudian dapat disekuensing dengan cara-cara seperti yang disebutkan di atas.
Kegunaan sekuensing asam nukleat
Sekuens DNA menyandikan informasi yang diperlukan bagi makhluk hidup untuk melangsungkan hidup dan berkembang biak. Dengan demikian, penentuan sekuens DNA berguna di dalam ilmu pengetahuan 'murni' mengenai mengapa dan bagaimana makhluk hidup dapat hidup, selain berguna dalam penerapan praktis. Karena DNA merupakan ciri kunci makhluk hidup, pengetahuan akan sekuens DNA dapat berguna dalam penelitian biologi manapun. Sebagai contoh, dalam ilmu pengobatan sekuensing DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mendiagnosis, dan mengembangkan pengobatan penyakit genetik. Demikian pula halnya, penelitian pada agen penyebab penyakit (patogen) dapat membuka jalan bagi pengobatan penyakit menular. Bioteknologi, yang dapat pula memanfaatkan sekuensing DNA, merupakan bidang yang berkembang pesat dan berpotensi menghasilkan banyak barang dan jasa berguna.
Karena RNA dibentuk dengan transkripsi dari DNA, informasi yang dikandung RNA juga terdapat di dalam DNA cetakannya sehingga sekuensing DNA cetakan tersebut sudah cukup untuk membaca informasi pada RNA. Namun demikian, sekuensing RNA dibutuhkan khususnya pada eukaryota, karena molekul RNA eukaryot tidak selalu sebanding dengan DNA cetakannya karena pemotongan intron setelah proses transkripsi.
2. Sekuensing Protein
Sekuensing protein atau sekuensing peptida adalah penentuan urutan asam amino pada suatu protein atau peptida (oligopeptida maupun polipeptida). Metode untuk sekuensing protein umumnya melibatkan pemutusan ikatan yang diikuti dengan identifikasi asam amino.
Pada metode degradasi Edman, residu pada ujung-N (ujung amino) protein dipotong satu per satu dengan reaksi kimia. Setelah setiap pemotongan, residu asam amino yang telah dipotong tersebut dapat diidentifikasi menggunakan kromatografi. Prosedur tersebut diulangi untuk setiap residu asam amino. Kelemahan metode ini adalah bahwa polipeptida yang di-sekuensing tidak dapat lebih panjang dari 50–60 residu (dapat disiasati dengan memotong-motong polipeptida berukuran besar menjadi peptida-peptida berukuran lebih kecil sebelum dilakukan reaksi).
Metode sekuensing protein yang lain memanfaatkan spektrometri massa yang mampu mengukur massa peptida dengan tepat. Protein yang hendak di-sekuensing dipotong-potong secara enzimatik maupun kimia menjadi peptida-peptida yang kemudian dianalisis menggunakan spektrometri massa. Dalam proses spektrometri massa, peptida-peptida tersebut dipecah secara ionisasi, misalnya dengan bantuan laser pada metode matrix-assisted laser desorption ionization-time-of-flight spectrometry (spektrometri "ionisasi desorpsi laser dengan bantuan matriks"-"waktu terbang"/MALDI-TOF), kemudian ion-ion residu yang dihasilkan ditentukan massanya. Pada metode peptide mass fingerprinting ("penyidikjarian massa peptida"), data massa fragmen-fragmen peptida tersebut dianalisis secara bioinformatika dengan rujukan basis data besar asam nukleat untuk menentukan sekuens protein asalnya (secara statistika berdasarkan data asam nukleat pada basis data tersebut). Selain itu, sekuens protein juga dapat ditentukan langsung dengan spektrometri massa pada metode tandem mass spectrometry ("spektrometri massa tandem").
Jika gen penyandi suatu protein dapat diidentifikasi, saat ini jauh lebih mudah melakukan sekuensing DNA dari gen tersebut dan menentukan sekuens proteinnya dari sekuens DNA itu dibandingkan dengan harus melakukan sekuensing terhadap protein itu sendiri. Sebaliknya, penentuan sebagian sekuens asam amino suatu protein (biasanya dari salah satu ujung rantai proteinnya) dapat memungkinkan identifikasi klon pembawa gen tersebut.
3. Sekuensing Polisakarida
Walaupun polisakarida juga merupakan biopolimer (yang termasuk dalam karbohidrat dengan monomer monosakarida), tidaklah lazim untuk melakukan 'sekuensing' polisakarida, karena beberapa alasan. Walaupun banyak polisakarida yang berstruktur rantai lurus, banyak pula yang berstruktur bercabang. Terdapat banyak sekali jenis monosakarida yang dapat menyusun polisakarida dengan banyak macam cara ikatan kimia pula. Selain itu, alasan teoretis utama ketidaklaziman sekuensing polisakarida adalah bahwa masing-masing polimer lain yang disebutkan di atas secara umum dibentuk oleh satu jenis enzim berdasarkan 'cetakan' tertentu, sedangkan satu penggabungan monomer pada polisakarida dapat dibentuk oleh berbagai jenis enzim. Sering kali pembentukan ikatan polimer polisakarida tidaklah spesifik; bergantung pada enzim yang beraksi, satu dari beberapa jenis monomer dapat digabungkan. Hal ini dapat mengakibatkan terbentuknya sekelompok molekul yang mirip satu sama lain.
1. Sekuensing DNA dan RNA
Sekuensing asam nukleat adalah proses penentuan urutan nukleotida pada suatu fragmen DNA atau RNA. Penentuan sekuens RNA biasanya dilakukan dengan melakukan sekuensing terhadap DNA cetakannya. Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger dan rekan-rekannya. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.
Sekuensing DNA
Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger dan rekan-rekannya. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.
Metode Sanger
Pada metode terminasi rantai (metode Sanger), perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut primer yang komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. Primer tersebut diperpanjang menggunakan DNA polimerase, enzim yang mereplikasi DNA. Bersama dengan primer dan DNA polimerase, diikutsertakan pula empat jenis basa deoksinukleotida (satuan pembentuk DNA), juga nukleotida pemutus atau penghenti rantai (terminator rantai) dalam konsentrasi rendah (biasanya di-deoksinukleotida). Penggabungan nukleotida pemutus rantai tersebut secara terbatas kepada rantai DNA oleh polimerase DNA menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang berhenti bertumbuh hanya pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA tersebut lalu dipisahkan menurut ukurannya dengan elektroforesis gel poliakrilamida, atau sekarang semakin lazim dengan elektroforesis menggunakan tabung gelas berjari-jari kecil (pipa kapiler) yang diisi dengan polimer kental.
Seiring dengan perkembangannya, kini terdapat beberapa macam metode sekuensing terminasi rantai yang berbeda satu sama lain terutama dalam hal pendeteksian fragmen DNA hasil reaksi sekuensing.
Metode Sanger asli
Pada metode yang asli, urutan nukleotida DNA tertentu dapat disimpulkan dengan membuat secara paralel empat reaksi perpanjangan rantai menggunakan salah satu dari empat jenis basa pemutus rantai pada masing-masing reaksi. Fragmen-fragmen DNA yang kemudian terbentuk dideteksi dengan menandai (labelling) primer yang digunakan dengan fosfor radioaktif sebelum reaksi sekuensing dilangsungkan. Keempat hasil reaksi tersebut kemudian dielektroforesis pada empat lajur yang saling bersebelahan pada gel poliakrilamida. Hasil pengembangan metode ini menggunakan empat macam primer yang ditandai dengan pewarna berpendar (fluorescent dye). Hal ini memiliki kelebihan karena tidak menggunakan bahan radioaktif; selain menambah keamanan dan kecepatan, keempat hasil reaksi dapat dicampur dan dielektroforesis pada satu lajur pada gel. Metode ini dikenal sebagai metode dye primer sequencing.
Cara lain pelabelan primer adalah dengan melabel pemutus rantainya, lazim disebut metode sekuensing dye terminator. Keunggulan cara ini adalah bahwa seluruh proses sekuensing dapat dilakukan dalam satu reaksi, dibandingkan dengan empat reaksi terpisah yang diperlukan pada penggunaan primer berlabel. Pada cara tersebut, masing-masing dideoksinukleotida pemutus rantai ditandai dengan pewarna fluoresens, yang berpendar pada panjang gelombang yang berbeda-beda. Cara ini lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan penggunaan primer berwarna, namun dapat menimbulkan ketidaksamaan tinggi kurva atau puncak (peak) yang disebabkan oleh ketidaksamaan penggabungan pemutus rantai berwarna berukuran besar pada pertumbuhan DNA (ketidaksamaan tersebut bergantung pada DNA cetakan). Masalah tersebut telah dapat dikurangi secara nyata dengan penggunaan macam-macam enzim dan pewarna baru yang meminimalkan perbedaan dalam penggabungan.
Metode ini kini digunakan pada sebagian besar usaha reaksi sekuensing karena lebih sederhana dan lebih murah. Primer-primer yang digunakan tidak perlu dilabel secara terpisah (yang bisa jadi cukup mahal untuk primer yang dibuat untuk sekali pakai), walaupun hal tersebut tidak terlalu bermasalah dalam penggunaan universal primer.
Automatisasi dan penyiapan sampel
Mesin sekuensing DNA automatis modern mampu mengurutkan 384 sampel berlabel fluoresens sekaligus dalam sekali batch (elektroforesis) yang dapat dilakukan sampai 24 kali sehari. Hal tersebut hanya mencakup proses pemisahan dan proses pembacaan kurva; reaksi sekuensing, pembersihan, dan pelarutan ulang dalam larutan penyangga yang sesuai harus dilakukan secara terpisah.
Untuk memperoleh hasil reaksi berlabel yang dapat dideteksi dari DNA cetakan, metode "sekuensing daur" (cycle sequencing) paling lazim dilakukan. Dalam metode ini dilakukan berturut-turut penempelan primer (primer annealing), ekstensi oleh polimerase DNA, dan denaturasi (peleburan atau melting) untai-untai DNA cetakan secara berulang-ulang (25–40 putaran). Kelebihan utama sekuensing daur adalah lebih efisiennya penggunaan pereaksi sekuensing yang mahal (BigDye) dan mampunya mengurutkan templat dengan struktur sekunder tertentu seperti hairpin loop atau daerah kaya-GC. Setiap tahap pada sekuensing daur ditempuh dengan mengubah temperatur reaksi menggunakan mesin pendaur panas (thermal cycler) PCR. Cara tersebut didasarkan pada fakta bahwa dua untai DNA yang komplementer akan saling menempel (berhibridisasi) pada temperatur rendah dan berpisah (terdenaturasi) pada temperatur tinggi. Hal penting lain yang memungkinkan cara tersebut adalah penggunaan enzim DNA polimerase dari organisme termofilik (organisme yang hidup di lingkungan bertemperatur tinggi), yang tidak mudah terurai pada temperatur tinggi yang digunakan pada cara tersebut (>95°C).
Metode Maxam-Gilbert
Pada waktu yang kira-kira hampir bersamaan dengan dikenalkannya metode sekuensing Sanger, Maxam dan Gilbert mengembangkan metode sekuensing DNA yang didasarkan pada modifikasi kimiawi DNA yang dilanjutkan dengan pemotongan DNA [2]. Metode ini mulanya cukup populer karena dapat langsung menggunakan DNA hasil pemurnian, sedangkan metode Sanger pada waktu itu memerlukan kloning untuk membentuk DNA untai tunggal. Seiring dengan dikembangkannya metode terminasi rantai, metode sekuensing Maxam-Gilbert menjadi tidak populer karena kerumitan teknisnya, digunakannya bahan kimia berbahaya, dan kesulitan dalam scale-up.
Sekuensing DNA skala besar
Metode sekuensing DNA yang kini ada hanya dapat merunut sepotong pendek DNA sekaligus. Contohnya, mesin sekuensing modern yang menggunakan metode Sanger hanya dapat mencakup paling banyak sekitar 1000 pasang basa setiap sekuensing. Keterbatasan ini disebabkan oleh probabilitas terminasi rantai yang menurun secara geometris seiring dengan bertambahnya panjang rantai, selain keterbatasan fisik ukuran dan resolusi gel.
Sekuens DNA dengan ukuran jauh lebih besar kerap kali dibutuhkan. Sebagai contoh, genom bakteri sederhana dapat mengandung jutaan pasang basa, sedangkan genom manusia terdiri atas lebih dari 3 milyar pasang basa. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk sekuensing DNA skala besar, termasuk strategi primer walking dan shotgun sequencing. Kedua strategi tersebut melibatkan pembacaan banyak bagian DNA dengan metode Sanger dan selanjutnya menyusun hasil pembacaan tersebut menjadi sekuens yang runut. Masing-masing strategi memiliki kelemahan sendiri dalam hal kecepatan dan ketepatan; sebagai contoh, metode shotgun sequencing merupakan metode yang paling praktis untuk sekuensing genom ukuran besar, namun proses penyusunannya rumit dan rentan kesalahan.
Data sekuens bermutu tinggi lebih mudah didapatkan bila DNA bersangkutan dimurnikan dari pencemar yang mungkin terdapat pada sampel dan diamplifikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan metode reaksi berantai polimerase bila primer yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh daerah yang diinginkan cukup praktis dibuat. Cara lainnya adalah dengan kloning DNA sampel menggunakan vektor bakteri, yaitu memanfaatkan bakteri untuk "menumbuhkan" salinan DNA yang diinginkan sebanyak beberapa ribu pasang basa sekaligus. Biasanya proyek-proyek sekuensing DNA skala besar memiliki persediaan pustaka hasil kloning semacam itu.
Sekuensing RNA
RNA lebih tidak stabil daripada DNA di dalam sel dan lebih rentan terhadap penguraian oleh enzim nuklease secara laboratorium. Seperti yang telah disebutkan di atas, kadang kala sekuensing RNA diperlukan walaupun informasi yang dikandung RNA sudah terdapat di dalam DNA, khususnya pada eukaryota. Dalam sekuensing RNA, metode yang umum digunakan adalah mula-mula membentuk fragmen DNA dari RNA tersebut dengan enzim transkriptase balik. Misalnya, DNA dapat disintesis dari cetakan mRNA dan disebut sebagai DNA komplementer (cDNA). Fragmen DNA tersebut kemudian dapat disekuensing dengan cara-cara seperti yang disebutkan di atas.
Kegunaan sekuensing asam nukleat
Sekuens DNA menyandikan informasi yang diperlukan bagi makhluk hidup untuk melangsungkan hidup dan berkembang biak. Dengan demikian, penentuan sekuens DNA berguna di dalam ilmu pengetahuan 'murni' mengenai mengapa dan bagaimana makhluk hidup dapat hidup, selain berguna dalam penerapan praktis. Karena DNA merupakan ciri kunci makhluk hidup, pengetahuan akan sekuens DNA dapat berguna dalam penelitian biologi manapun. Sebagai contoh, dalam ilmu pengobatan sekuensing DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mendiagnosis, dan mengembangkan pengobatan penyakit genetik. Demikian pula halnya, penelitian pada agen penyebab penyakit (patogen) dapat membuka jalan bagi pengobatan penyakit menular. Bioteknologi, yang dapat pula memanfaatkan sekuensing DNA, merupakan bidang yang berkembang pesat dan berpotensi menghasilkan banyak barang dan jasa berguna.
Karena RNA dibentuk dengan transkripsi dari DNA, informasi yang dikandung RNA juga terdapat di dalam DNA cetakannya sehingga sekuensing DNA cetakan tersebut sudah cukup untuk membaca informasi pada RNA. Namun demikian, sekuensing RNA dibutuhkan khususnya pada eukaryota, karena molekul RNA eukaryot tidak selalu sebanding dengan DNA cetakannya karena pemotongan intron setelah proses transkripsi.
2. Sekuensing Protein
Sekuensing protein atau sekuensing peptida adalah penentuan urutan asam amino pada suatu protein atau peptida (oligopeptida maupun polipeptida). Metode untuk sekuensing protein umumnya melibatkan pemutusan ikatan yang diikuti dengan identifikasi asam amino.
Pada metode degradasi Edman, residu pada ujung-N (ujung amino) protein dipotong satu per satu dengan reaksi kimia. Setelah setiap pemotongan, residu asam amino yang telah dipotong tersebut dapat diidentifikasi menggunakan kromatografi. Prosedur tersebut diulangi untuk setiap residu asam amino. Kelemahan metode ini adalah bahwa polipeptida yang di-sekuensing tidak dapat lebih panjang dari 50–60 residu (dapat disiasati dengan memotong-motong polipeptida berukuran besar menjadi peptida-peptida berukuran lebih kecil sebelum dilakukan reaksi).
Metode sekuensing protein yang lain memanfaatkan spektrometri massa yang mampu mengukur massa peptida dengan tepat. Protein yang hendak di-sekuensing dipotong-potong secara enzimatik maupun kimia menjadi peptida-peptida yang kemudian dianalisis menggunakan spektrometri massa. Dalam proses spektrometri massa, peptida-peptida tersebut dipecah secara ionisasi, misalnya dengan bantuan laser pada metode matrix-assisted laser desorption ionization-time-of-flight spectrometry (spektrometri "ionisasi desorpsi laser dengan bantuan matriks"-"waktu terbang"/MALDI-TOF), kemudian ion-ion residu yang dihasilkan ditentukan massanya. Pada metode peptide mass fingerprinting ("penyidikjarian massa peptida"), data massa fragmen-fragmen peptida tersebut dianalisis secara bioinformatika dengan rujukan basis data besar asam nukleat untuk menentukan sekuens protein asalnya (secara statistika berdasarkan data asam nukleat pada basis data tersebut). Selain itu, sekuens protein juga dapat ditentukan langsung dengan spektrometri massa pada metode tandem mass spectrometry ("spektrometri massa tandem").
Jika gen penyandi suatu protein dapat diidentifikasi, saat ini jauh lebih mudah melakukan sekuensing DNA dari gen tersebut dan menentukan sekuens proteinnya dari sekuens DNA itu dibandingkan dengan harus melakukan sekuensing terhadap protein itu sendiri. Sebaliknya, penentuan sebagian sekuens asam amino suatu protein (biasanya dari salah satu ujung rantai proteinnya) dapat memungkinkan identifikasi klon pembawa gen tersebut.
3. Sekuensing Polisakarida
Walaupun polisakarida juga merupakan biopolimer (yang termasuk dalam karbohidrat dengan monomer monosakarida), tidaklah lazim untuk melakukan 'sekuensing' polisakarida, karena beberapa alasan. Walaupun banyak polisakarida yang berstruktur rantai lurus, banyak pula yang berstruktur bercabang. Terdapat banyak sekali jenis monosakarida yang dapat menyusun polisakarida dengan banyak macam cara ikatan kimia pula. Selain itu, alasan teoretis utama ketidaklaziman sekuensing polisakarida adalah bahwa masing-masing polimer lain yang disebutkan di atas secara umum dibentuk oleh satu jenis enzim berdasarkan 'cetakan' tertentu, sedangkan satu penggabungan monomer pada polisakarida dapat dibentuk oleh berbagai jenis enzim. Sering kali pembentukan ikatan polimer polisakarida tidaklah spesifik; bergantung pada enzim yang beraksi, satu dari beberapa jenis monomer dapat digabungkan. Hal ini dapat mengakibatkan terbentuknya sekelompok molekul yang mirip satu sama lain.
Senin, 21 Juni 2010
KROMATOGRAFI
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan. Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akan melewati kolom yang merupakan fase diam. Molekul yang memiliki ikatan yang kuat dengan kolom akan cenderung bergerak lebih lambat dibanding molekul yang berikatan lemah. Dengan ini, berbagai macam tipe molekul dapat dipisahkan berdasarkan pergerakan pada kolom.
Setelah komponen terelusi dari kolom, komponen tersebut dapat dianalisa dengan menggunakan detektor atau dapat dikumpulkan untuk analisa lebih lanjut. Beberapa alat-alat analitik dapat digabungkan dengan metode pemisahan untuk analisis secara on-line (on-line analysis) seperti: penggabungan kromatografi gas (gas chromatography) dan kromatografi cair (liquid chromatography) dengan mass spectrometry (GC-MS dan LC-MS), Fourier-transform infrared spectroscopy (GC-FTIR), dan diode-array UV-VIS (HPLC-UV-VIS).
Jenis Kromatografi
1. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan salah satu metode pemisahan konvensional karena inilah awal dari metode kromatografi. Dalam kromatografi kolom, pertama-tama kolom gelas dengan kran pada salah satu ujungnya diisi oleh fasa diam berupa silika atau alumina. Ukuran diameter partikel fasa diam berkisar 100µm. Campuran yang akan dipisahkan dituangkan pada bagian atas kolom yang berisi fasa diam. Begitu pula fasa gerak berupa pelarut organik seperti heksan atau eter dialirkan dari bagian atas kolom. Komponen-komponen yang telah terpisah dari campurannya bergerak terbawa fasa gerak ke bawah kolom. Jumlah komponen penyusun campuran dapat terlihat sebagai cincin-cincin berwarna sepanjang kolom gelas. Akhirnya, komponen-komponen dari campuran meninggalkan kolom gelas satu persatu dan dapat ditampung pada tempat yang berbeda.
2. Kromatografi Gas
Dalam kromatografi gas, gas digunakan sebagai fasa gerak dan zat padat atau zat cair digunakan sebagai fasa diam. Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut : gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. Suatu detektor diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan rekoerder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Pengukuran kromatografi gas dapat dilakukan dalam dua mode operasional yaitu mode isotermal dan mode program suhu. Dengan mode isotermal, suhu kolom dijaga tetap selama pengukuran sedangkan pada mode program suhu, suhu kolom dapat diprogram. Untuk hasil yang baik maka harus diperhatikan beberapa faktor pendukung yakni pemilihan fasa diam yang harus disesuaikan dengan cuplikan yang akan dipisahkan dan didarkan pada sifat kepolaran cuplikan. Pemilihan detektor ditentukan oleh struktur molekul cuplikan.
3. Kromatografi Cair (Liquid Chromatography)
Kromatografi cair merupakan teknik yang tepat untuk memisahkan ion atau molekul yang terlarut dalam suatu larutan. Jika larutan sampel berinteraksi dengan fase stasioner, maka molekul-molekul didalamnya berinteraksi dengan fase stasioner; namun interaksinya berbeda dikarenakan perbedaan daya serap (adsorption), pertukaran ion (ion exchange), partisi (partitioning), atau ukuran. Perbedaan ini membuat komponen terpisah satu dengan yang lain dan dapat dilihat perbedaannya dari lamanya waktu transit komponen tersebut melewati kolom.
Terdapat beberapa jenis kromatografi cair, diantaranya:
a.Reverse phase chromatography
Reverse phase chromatography merupakan alat analitikal yang kuat dengan memadukan sifat hidrofobik serta rendahnya polaritas fase stasioner yang terikat secara kimia pada padatan inert seperti silika. Metode ini biasa digunakan untuk proses ekstraksi dan pemisahan senyawa yang tidak mudah menguap (non-volatile).
b. High performance liquid chromatography
High performance liquid chromatography (HPLC) mempunyai prinsip yang mirip dengan reverse phase. Hanya saja dalam metode ini, digunakan tekanan dan kecepatan yang tinggi. Kolom yang digunakan dalam HPLC lebih pendek dan berdiameter kecil, namun dapat menghasilkan beberapa tingkatan equilibrium dalam jumlah besar.
c. Size exclusion chromatography
Size exclusion chromatography, atau yang dikenal juga dengan gel permeation atau filtration chromatography biasa digunakan untuk memisahkan dan memurnikan protein. Metode ini tidak melibatkan berbagai macam penyerapan dan sangat cepat. Perangkat kromatografi berupa gel berpori yang dapat memisahkan molekul besar dan molekul kecil. Molekul besar akan terelusi terlebih dahulu karena molekul tersebut tidak dapat penetrasi pada pori-pori.
4. Kromatografi Pertukaran Ion (Ion-Exchange Chromatography)
Kromatografi pertukaran ion (ion-exchange chromatography) biasa digukanan untuk pemurnian materi biologis, seperti asam amino, peptida, protein. Metode ini dapat dilakukan dalam dua tipe, yaitu dalam kolom maupun ruang datar (planar). Terdapat dua tipe pertukaran ion, yaitu pertukaran kation (cation exchange) dan pertukaran anion (anion exchange). Pada pertukaran kation, fase stasioner bermuatan negatif; sedangkan pada pertukaran anion, fase stasioner bermuatan positif. Molekul bermuatan yang berada pada fase cair akan melewati kolom. Jika muatan pada molekul sama dengan kolom, maka molekul tersebut akan terelusi. Namun jika muatan pada molekul tidak sama dengan kolom, maka molekul tersebut akan membentuk ikatan ionik dengan kolom. Untuk mengelusi molekul yang menempel pada kolom diperlukan penambahan larutan dengan pH dan kekuatan ionik tertentu. Pemisahan dengan metode ini sangat selektif dan karena biaya untuk menjalankan metode ini murah serta kapasitasnya tinggi, maka metode ini biasa digunakan pada awal proses keseluruhan.
Setelah komponen terelusi dari kolom, komponen tersebut dapat dianalisa dengan menggunakan detektor atau dapat dikumpulkan untuk analisa lebih lanjut. Beberapa alat-alat analitik dapat digabungkan dengan metode pemisahan untuk analisis secara on-line (on-line analysis) seperti: penggabungan kromatografi gas (gas chromatography) dan kromatografi cair (liquid chromatography) dengan mass spectrometry (GC-MS dan LC-MS), Fourier-transform infrared spectroscopy (GC-FTIR), dan diode-array UV-VIS (HPLC-UV-VIS).
Jenis Kromatografi
1. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan salah satu metode pemisahan konvensional karena inilah awal dari metode kromatografi. Dalam kromatografi kolom, pertama-tama kolom gelas dengan kran pada salah satu ujungnya diisi oleh fasa diam berupa silika atau alumina. Ukuran diameter partikel fasa diam berkisar 100µm. Campuran yang akan dipisahkan dituangkan pada bagian atas kolom yang berisi fasa diam. Begitu pula fasa gerak berupa pelarut organik seperti heksan atau eter dialirkan dari bagian atas kolom. Komponen-komponen yang telah terpisah dari campurannya bergerak terbawa fasa gerak ke bawah kolom. Jumlah komponen penyusun campuran dapat terlihat sebagai cincin-cincin berwarna sepanjang kolom gelas. Akhirnya, komponen-komponen dari campuran meninggalkan kolom gelas satu persatu dan dapat ditampung pada tempat yang berbeda.
2. Kromatografi Gas
Dalam kromatografi gas, gas digunakan sebagai fasa gerak dan zat padat atau zat cair digunakan sebagai fasa diam. Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut : gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. Suatu detektor diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan rekoerder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Pengukuran kromatografi gas dapat dilakukan dalam dua mode operasional yaitu mode isotermal dan mode program suhu. Dengan mode isotermal, suhu kolom dijaga tetap selama pengukuran sedangkan pada mode program suhu, suhu kolom dapat diprogram. Untuk hasil yang baik maka harus diperhatikan beberapa faktor pendukung yakni pemilihan fasa diam yang harus disesuaikan dengan cuplikan yang akan dipisahkan dan didarkan pada sifat kepolaran cuplikan. Pemilihan detektor ditentukan oleh struktur molekul cuplikan.
3. Kromatografi Cair (Liquid Chromatography)
Kromatografi cair merupakan teknik yang tepat untuk memisahkan ion atau molekul yang terlarut dalam suatu larutan. Jika larutan sampel berinteraksi dengan fase stasioner, maka molekul-molekul didalamnya berinteraksi dengan fase stasioner; namun interaksinya berbeda dikarenakan perbedaan daya serap (adsorption), pertukaran ion (ion exchange), partisi (partitioning), atau ukuran. Perbedaan ini membuat komponen terpisah satu dengan yang lain dan dapat dilihat perbedaannya dari lamanya waktu transit komponen tersebut melewati kolom.
Terdapat beberapa jenis kromatografi cair, diantaranya:
a.Reverse phase chromatography
Reverse phase chromatography merupakan alat analitikal yang kuat dengan memadukan sifat hidrofobik serta rendahnya polaritas fase stasioner yang terikat secara kimia pada padatan inert seperti silika. Metode ini biasa digunakan untuk proses ekstraksi dan pemisahan senyawa yang tidak mudah menguap (non-volatile).
b. High performance liquid chromatography
High performance liquid chromatography (HPLC) mempunyai prinsip yang mirip dengan reverse phase. Hanya saja dalam metode ini, digunakan tekanan dan kecepatan yang tinggi. Kolom yang digunakan dalam HPLC lebih pendek dan berdiameter kecil, namun dapat menghasilkan beberapa tingkatan equilibrium dalam jumlah besar.
c. Size exclusion chromatography
Size exclusion chromatography, atau yang dikenal juga dengan gel permeation atau filtration chromatography biasa digunakan untuk memisahkan dan memurnikan protein. Metode ini tidak melibatkan berbagai macam penyerapan dan sangat cepat. Perangkat kromatografi berupa gel berpori yang dapat memisahkan molekul besar dan molekul kecil. Molekul besar akan terelusi terlebih dahulu karena molekul tersebut tidak dapat penetrasi pada pori-pori.
4. Kromatografi Pertukaran Ion (Ion-Exchange Chromatography)
Kromatografi pertukaran ion (ion-exchange chromatography) biasa digukanan untuk pemurnian materi biologis, seperti asam amino, peptida, protein. Metode ini dapat dilakukan dalam dua tipe, yaitu dalam kolom maupun ruang datar (planar). Terdapat dua tipe pertukaran ion, yaitu pertukaran kation (cation exchange) dan pertukaran anion (anion exchange). Pada pertukaran kation, fase stasioner bermuatan negatif; sedangkan pada pertukaran anion, fase stasioner bermuatan positif. Molekul bermuatan yang berada pada fase cair akan melewati kolom. Jika muatan pada molekul sama dengan kolom, maka molekul tersebut akan terelusi. Namun jika muatan pada molekul tidak sama dengan kolom, maka molekul tersebut akan membentuk ikatan ionik dengan kolom. Untuk mengelusi molekul yang menempel pada kolom diperlukan penambahan larutan dengan pH dan kekuatan ionik tertentu. Pemisahan dengan metode ini sangat selektif dan karena biaya untuk menjalankan metode ini murah serta kapasitasnya tinggi, maka metode ini biasa digunakan pada awal proses keseluruhan.
Langganan:
Postingan (Atom)